LUNTURNYA MORAL MASYARAKAT ACEH (Refleksi Atas Merebaknya Kasus Kejahatan Seksual Terhadap Anak-Anak)
Seakan
petir disiang bolong, begitulah rasanya keterkejutan kita akan fenomena yang
baru-baru ini disuguhkan oleh media, bukan hanya memalukan tetapi juga
memilukan. Tidak hanya bagi mereka saja yang menjadi korbannya tetapi juga bagi
kita masyarakat Aceh yang notabenenya hidup dalam syariat Islam. Adalah kasus
kejahatan seksual (pemerkosaan) terhadap anak-anak yang baru ini terjadi
sungguh sangat memiriskan hati kita masyarakat Aceh .
Menghitung
dan menyikapi fenomena ini mari kita sedikit membuka mata kepala untuk
mencermatinya dengan akal sehat apa sebenarnya yang sedang terjadi di negeri
syariat ini? Apa yang menyebabkan terjadinya fenomena tersebut di negeri
serambi mekkah ini? Setidaknya itu pertanyaan yang timbul dibenak kita.
Disadari
atau tidak, pada sesungguhnya munculnya beragam tindakan kriminal seperti kasus
pemerkosaan tersebut itu berawal dari akhlak para pelaku yang rusak dan
bermasalah. Berbicara masalah akhlak juga berbicara masalah moral. Orang yang
akhlaknya bermasalah selalu dikaitkan dengan orang yang tidak bermoral. Adanya
kejahatan seksual (kasus pemerkosaan) yang kita lihat sekarang ini
mengidinkasikan bahwa moral masyarakat Aceh saat ini sedang berada pada kondisi
yang kritis atau dengan kata lain krisis moral. Bayangkan saja dulu kita hanya
mendengarkan kasus-kasus pemerkosaan seperti ini terjadi dinegeri orang,
tapi hari ini menyaksikan di negeri kita
sendiri, negeri yang kita banggakan dengan syariat Islamnya.
Bukan
maksudnya untuk mengesakan moral, tetapi dalam kehidupan bermasyarakat moral
menjadi sesuatu yang penting. Secara logika sosial, apabila moral masyarakat
sudah rusak dan moral tak lagi diindahkan, maka akan banyak kekacauan dan
permasalahan yang senantiasa muncul didalam kehidupan bermasyarakat. Oleh sebab
itulah makanya, moral ini merupakan sesuatu yang membutuhkan perhatian dari
semua pihak.
Awal penyebabnya
Secara
umum, ada dua faktor besar yang menyebabkan masyarakat Aceh kini terseret ke
jurang permasalahan moral. Pertama, menjamurnya
narkoba atau istilah lain napza. Tak bisa dipungkiri lagi narkoba atau
napza sekarang sudah sangat merajalela di Aceh. Bukan saja generasi muda yang
terjangkiti oleh narkoba dewasa ini, bahkan mereka yang sudah katagori orang
tua dan sudah berkeluarga juga mengonsumsi narkoba.
Menurut
pakar kesehatan narkoba atau napza merupakan setiap bahan atau zat yang jika masuk kedalam tubuh akan
mempengaruhi tubuh terutama susunan saraf di otaknya. Jadi secara umum narkoba
tidak hanya berdampak pada kesehatan tubuh tapi juga pada pola pikir yang
membuat seseorang tidak bisa mengendalikan diri dan mengontrol setiap
tindakannya. Ketika pola pikir seseorang sudah tidak terkontrol lagi, maka sudah
bisa dibayangkan yang terjadi adalah tindakan-tindakan yang diluar keadaan
normal, dan pemerkosaan adalah salah satunya.
Faktor
yang kedua adalah merebaknya pornografi.
Seperti yang kita ketahui bersama pornografi adalah barang haram, dan tentunya
yang haram memiliki keburukan dan bahayanya. Selama ini seiring perkembangan
teknologi jaringan yang sudah semakin komplek dan juga perkembangan alat
komunikasi yang sudah sangat canggih, telah memberikan ruang dan peluang yang
mudah terhadap akses hal-hal yang negative bahkan tabu bagi masyarakat. Memang
tabu itu sifatnya relatif, tidak sejajar secara universal. Apa yang dianggap
tabu pada suatu masyarakat belum tentu tabu pada masyarakat yang lain. Namun ia
terkait dengan nilai dan norma sosial dalam ruang lingkup kehidupan manusia.
Dan pornografi merupakan sesuatu yang sangat tabu bagi masyarakat Aceh. Persoalannya sekarang karena kecanggihan
teknologi pada alat komunikasi tersebut yang lengkapi oleh fitur-fitur
multimedia, sebahagian besar masyarakat mengaplikasikannya untuk hal-hal
negatif yaitu menyimpan gambar-gambar porno, video porno dan lain sebagainya.
Karena pornografi sudah menjadi “santapan” kesehariannya, maka yang terjadi
adalah rasa penasaran untuk mencobanya atau tersugesti oleh rangsangan untuk melakukannya.
Akhirnya terjadilah pelampiasan “ekspresi liar” itu pada mereka-mereka yang
malang dan tak tahu apa-apa.
Lantas, apa solusinya ?
Agar
problema krisis moral ini dikemudian hari tidak lagi berlaru-larut dan menjadi
problematika bangsa ini, maka perlu upaya serius untuk menanganinya. Setidaknya
ada empat unsur yang bisa diandalkan untuk menangani mata rantai permasalahan
ini. Pertama, yaitu keluarga.
Keluarga merupakan sekolah pertama bagi seorang anak atau setiap individu
masyarakat, yang secara sosial diberi tanggung jawab dalam membentuk karakter
seorang anak yang sesuai dengan harapan masyarakat. Baik dan buruknya moralnya
seorang anak akan sangat tergantung pada keluarga. Disinilah kelurga berperan
dan menjadi tembok pertama untuk menangani krisis moral ini.
Unsur
yang kedua adalah masyarakat.
Masyarakat merupakan lembaga tempat seseorang bersosialisasi. Selama ini
masyarakat Aceh terkesan apatis terhadap segala sesuatu yang terjadi
dilingkungannya. Menurut penulis sikap apatis inilah yang membuat sebahagian
masyarakat Aceh menjadi liar. Hal inilah yang perlu dibongkar supaya masyarakat
menghidupkan kembali rasa peduli terhadap lingkungan sosial kehidupannya.
Yang
ketiga, ulama. Ulama memiliki peran
untuk mendakwahkan kepada manusia agar kembali kepada jalan yang benar, apalagi
yang sudah jauh dari nila-nilai Islam. Masyarakat yang sudah jauh dari
nila-nilai Islam inilah yang akhirnya menjadi aktor pada persoalan moral ini.
Walaupun nuansa islamnya masih kuat pada masyarakat Aceh, tapi banyak perilaku
yang tidak mencerminkan nilai-nilai Islam. Oleh Sebab itu lah, peran ulama
sangat penting untuk dikedepankan dalam menangani krisis moral ini.
Yang
ke empat unsur yang tak kalah pentingnya adalah pemerintah. Pemerintah perlu melakukan penegakan hukum yang jelas
dan tegas tanpa pandang bulu, khususnya terhadap permasalahan tersebut. Hukum
juga jangan dibuat runcing kebawah tapi tumpul keatas. Artinya jangan hanya
masyarakat miskin saja atau masyarakat kelas bawah saja yang tersentuh oleh
hukum, tetapi semuanya tanpa kenal statusnya kaya atau jabatan apa dalam
pemerintahan. Sudah saatnya juga pemerintah membenahi struktur penegakan hukum
agar memberikan efek yang benar-benar jera bagi pelaku yang melanggar hukum,
sehingga menjadi pelajaran bagi orang lain.
Akhirnya
kita berharap kedepannya tidak ada lagi permasalahan moral pada bangsa ini.
Tidak ada lagi kasus-kasus kriminalitas seperti yang terjadi sekarang ini.
Sudah cukup kasus kekerasan seksual (pemerkosaan anak) tersebut menjadi
pelajaran dan iktibar bagi kita semua untuk saling instropeksi diri. Karena
sudah saatnya bagi kita masyarakat Aceh untuk menunjukkan ke dunia bahwa kita
adalah bangsa yang bermoral, beretika, dan
beradap.
Penulis
: Muhammad Syawal, Mahasiswa S1 Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik (FISIP), Unsyiah.
Tidak ada komentar untuk "LUNTURNYA MORAL MASYARAKAT ACEH (Refleksi Atas Merebaknya Kasus Kejahatan Seksual Terhadap Anak-Anak)"
Posting Komentar