Konsep Pembangunan Berkelanjutan
Pearce dan Turner (1990) mengemukakan konsep pembangunan yang berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi saat ini dengan tanpa mengorbankan kepentingan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya. Pembangunan berkelanjutan mencakup upaya memaksimumkan net benefit dari pembangunan ekonomi yang berhubungan dengan pemeliharaan jasa dan kualitas sumberdaya alam setiap waktu. Oleh sebab itu pembangunan ekonomi tidak hanya mencakup peningkatan pendapatan per kapita riil, tetapi juga mencakup elemen-elemen lain dalam kesejahteraan sosial.
Serageldin (1994) berpendapat yang hampir sama dengan dua tokoh diatas. Menurutnya pembangunan berkelanjutan merujuk pada pembangunan yang memungkinkan generasi sekarang dapat meningkatkan kesejahteraannya tanpa mengurangi kesempatan generasi yang akan datang untuk meningkatkan kesejahteraannya. Oleh karena itu maka konsep pembangunan berkelanjutan adalah mengintegrasikan tiga aspek kehidupan (ekonomi, sosial dan ekologi) dalam satu hubungan yang sinergis, sehingga makna keberlanjutan dalam konsep tersebut juga didefinisikan sebagai keberlanjutan ekonomi, sosial dan lingkungan.
Pada beberapa dekade terakhir, konsep pembangunan keberlanjutan (sustainable development) semakin sering digunakan oleh banyak negara di dunia untuk mengimplementasikan kebijakan pembangunan baik pada level nasional maupun internasional. Keberlanjutan (sustainability) saat ini telah menjadi elemen inti (core element) bagi banyak kebijakan pemerintah negara-negara di dunia dan lembagalembaga strategis lainnya. Pembangunan keberlanjutan berimplikasi pada keseimbangan dinamik antara fungsi maintenance (sustainability) dan transformasi (development) dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup.
Menurut Cornelissen (2001) sustainability memiliki implikasi pada dinamika pembangunan yang sedang berlangsung dan dikendalikan oleh ekspektasi tentang berbagai kemungkinan di masa yang akan datang. Untuk memulai dan memantau pelaksanaan pembangunan berkelanjutan diperlukan kerangka kerja terstandardisasi (standardized framework) yang terbagi dalam empat tahap, yaitu:
Serageldin (1994) berpendapat yang hampir sama dengan dua tokoh diatas. Menurutnya pembangunan berkelanjutan merujuk pada pembangunan yang memungkinkan generasi sekarang dapat meningkatkan kesejahteraannya tanpa mengurangi kesempatan generasi yang akan datang untuk meningkatkan kesejahteraannya. Oleh karena itu maka konsep pembangunan berkelanjutan adalah mengintegrasikan tiga aspek kehidupan (ekonomi, sosial dan ekologi) dalam satu hubungan yang sinergis, sehingga makna keberlanjutan dalam konsep tersebut juga didefinisikan sebagai keberlanjutan ekonomi, sosial dan lingkungan.
Pada beberapa dekade terakhir, konsep pembangunan keberlanjutan (sustainable development) semakin sering digunakan oleh banyak negara di dunia untuk mengimplementasikan kebijakan pembangunan baik pada level nasional maupun internasional. Keberlanjutan (sustainability) saat ini telah menjadi elemen inti (core element) bagi banyak kebijakan pemerintah negara-negara di dunia dan lembagalembaga strategis lainnya. Pembangunan keberlanjutan berimplikasi pada keseimbangan dinamik antara fungsi maintenance (sustainability) dan transformasi (development) dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup.
Menurut Cornelissen (2001) sustainability memiliki implikasi pada dinamika pembangunan yang sedang berlangsung dan dikendalikan oleh ekspektasi tentang berbagai kemungkinan di masa yang akan datang. Untuk memulai dan memantau pelaksanaan pembangunan berkelanjutan diperlukan kerangka kerja terstandardisasi (standardized framework) yang terbagi dalam empat tahap, yaitu:
1. Mendeskripsikan permasalahan sesuai dengan konteksnya;
2. Mendeterminasi permasalahan dengan context-dependent pada dimensi ekonomi, ekologi, dan sosial;
3. Menterjemahkan permasalahan ke dalam indikator keberlanjutan yang terukur;
4. Menilai kontribusi indikator-indikator tersebut pada pembangunan berkelanjutan secara menyeluruh.
Menurut Khanna (1999) perencanaan pembangunan berkelanjutan perlu mempertimbangkan secara mendalam adanya trade-off antara level produksi-konsumsi dengan kapasitas asimilasi ekosistem. Sesuai dengan konsep daya dukung (carrying capacity), peningkatan kualitas hidup hanya bisa dilakukan apabila pola dan level produksi-konsumsi memiliki kompatibilitas dengan kapasitas lingkungan biofisik dan sosial. Melalui proses perencanaan berbasis daya-dukung (carrying capacity-based planning process) kondisi ini bisa dicapai dengan mengintegrasikan ekspektasi sosial dan kapabilitas ekologi ke dalam proses pembangunan.
Perlu juga dipahami bahwa dalam merancangkan pembangunan, sebuah negara tidak bisa mencontohkan atau mengadopsi teori atau ide pembangunan yang diaplikasikan oleh negara lain. Hal ini sangatlah beralasan, seperti yang diutarakan oleh Mudrajad Kuncoro (2010), banyak negara yang sedang berkembang gagal dalam segi pembangunannya dikarenakan mengadopsi setiap bentuk pembangunan yang ada dinegara maju.
Lebih jelasnya, Kuncoro mengatakan, pada era “demam” teori pembangunan tahun 1950-1960-an, Negara sedang berkembang banyak mengadopsi dan mengadaptasi teori-teori pembangunan yang dikemukakan oleh para ekonom Barat dalam system perekonomiannya. Negara-negara tersebut langsung menerapkan teori yang ada, yang mereka anggap cocok sebagai model teori pembangunan di negara mereka. Proses ini dipercepat oleh para cendekiawan yang ada di negara sedang berkembang tersebut yang telah menimba ilmu dinegara-negara yang sedang maju yang mempelajari teori-teori pembangunan tersebut di universitas-universitas terkenal.
Menurut Khanna (1999) perencanaan pembangunan berkelanjutan perlu mempertimbangkan secara mendalam adanya trade-off antara level produksi-konsumsi dengan kapasitas asimilasi ekosistem. Sesuai dengan konsep daya dukung (carrying capacity), peningkatan kualitas hidup hanya bisa dilakukan apabila pola dan level produksi-konsumsi memiliki kompatibilitas dengan kapasitas lingkungan biofisik dan sosial. Melalui proses perencanaan berbasis daya-dukung (carrying capacity-based planning process) kondisi ini bisa dicapai dengan mengintegrasikan ekspektasi sosial dan kapabilitas ekologi ke dalam proses pembangunan.
Perlu juga dipahami bahwa dalam merancangkan pembangunan, sebuah negara tidak bisa mencontohkan atau mengadopsi teori atau ide pembangunan yang diaplikasikan oleh negara lain. Hal ini sangatlah beralasan, seperti yang diutarakan oleh Mudrajad Kuncoro (2010), banyak negara yang sedang berkembang gagal dalam segi pembangunannya dikarenakan mengadopsi setiap bentuk pembangunan yang ada dinegara maju.
Lebih jelasnya, Kuncoro mengatakan, pada era “demam” teori pembangunan tahun 1950-1960-an, Negara sedang berkembang banyak mengadopsi dan mengadaptasi teori-teori pembangunan yang dikemukakan oleh para ekonom Barat dalam system perekonomiannya. Negara-negara tersebut langsung menerapkan teori yang ada, yang mereka anggap cocok sebagai model teori pembangunan di negara mereka. Proses ini dipercepat oleh para cendekiawan yang ada di negara sedang berkembang tersebut yang telah menimba ilmu dinegara-negara yang sedang maju yang mempelajari teori-teori pembangunan tersebut di universitas-universitas terkenal.
Ternyata, teori pembangunan yang didasarkan pada pembangunan dan paradigm berpikir Barat tersebut, banyak mengalami kegagalan dalam implementasinya di negara sedang berkembang. Asumsi-asumsi yang dipergunakan Barat hanya tepat berlaku dinegara-negara Barat. Sementara kondisi di negara sedang berkembang sangatlah kompleks dan memerlukan strategi pembangunan yang lebih canggih. Hal ini juga dikarenak proses penerapan teori tersebut secara mentah-mentah, bukan melalui proses penyesuaian dengan asumsi dasar yang ada pada suatu negara.
Daftar Pustaka
Mudrajad Kuncoro. 2010. Masalah, kebijakan, dan Politik Ekonomika Pembangunan. Jakarta: Erlangga
Bunga, Rampai. 2005. Pembangunan Kota Indonesia Dalam Abad 21, Konsep dan Pedekatan Pembangunan Perkotaan di Indonesia. Jakarta: Fakultas Ekonomi UI
Soemarwoto, Otto. 1983. Ekologi Lingkungan hidup dan Pembangunan. Djambatan: Jakarta Sugandhy, Aca dan Hakim,
Daftar Pustaka
Mudrajad Kuncoro. 2010. Masalah, kebijakan, dan Politik Ekonomika Pembangunan. Jakarta: Erlangga
Bunga, Rampai. 2005. Pembangunan Kota Indonesia Dalam Abad 21, Konsep dan Pedekatan Pembangunan Perkotaan di Indonesia. Jakarta: Fakultas Ekonomi UI
Soemarwoto, Otto. 1983. Ekologi Lingkungan hidup dan Pembangunan. Djambatan: Jakarta Sugandhy, Aca dan Hakim,
Tidak ada komentar untuk "Konsep Pembangunan Berkelanjutan"
Posting Komentar