Sosiologi Kesehatan dan Ruang Lingkupnya

SOSIOLOGI kesehatan mempelajari interaksi antara masyarakat dan kesehatan, lebih khususnya bagaimana konsepsi dan pemaknaan kesehatan dan penyakit menurut masyarakat sehingga mempengaruhi gaya hidup, perilaku, dan semua praktik kehidupan dalam kesehariannya. Sosiologi kesehatan juga mengkaji bagaimana kehidupan sosial mempengaruhi angka kelahiran dan kematian dalam populasi.

Isu kesehatan sering kali dilekatkan pada konteks biologis dan natural atau alamiah. Sosiologi mengasumsikan bahwa dominasi ilmu alam dalam bidang kesehatan tidak membawa kita pada pemahaman menyeluruh tentang isu kesehatan. Ilmu sosiologi memperagakan bagaimana kondisi kesehatan termasuk penyakit sebenarnya juga dipengaruhi oleh kondisi sosio-ekonomi dan status sosial individu dalam masyarakat. Dengan kata lain, variabel sosial berperan dalam mempengaruhi kondisi kesehatan individu dan masyarakat.

Postingan ini akan mengulas tentang apa itu sosiologi kesehatan, ruang lingkupnya, dan teorinya. Di beberapa kampus, nama mata kuliah sosiologi kesehatan sering kali disinonimkan dengan sosiologi kedokteran atau sosiologi medis. Jika dilihat dari objek kajiannya bisa dikatakan mirip, meskipun secara definitif berbeda.


Pengertian sosiologi kesehatan

Sebagaimana telah disinggung di paragraf awal, sosiologi kesehatan dapat dideskripsikan sebagai studi sosiologis tentang kesehatan. Secara spesifik, sosiologi kesehatan mempelajari bagaimana hubungan antara pola-pola kehidupan sosial terhadap angka kelahiran atau kematian dan sebaliknya. Sosiologi kesehatan juga mempelajari bagaimana hubungan antara berbagai institusi sosial seperti keluarga, sekolah, pekerjaan, agama, ras dan lainnya mempengaruhi kesehatan dan mendasari pengambilan keputusan terkait cara penanganan kesehatan.

Sosiolog Georg Ritzer dalam Encyclopedia of Sociology menyebutkan bahwa bibit pemikiran yang mengatakan sosiologi sebagai sebuah disiplin ilmu dapat diaplikasikan pada bidang kesehatan dikembangkan di Eropa Barat. Salah satu tokoh penting dalam sejarah perkembangan sosiologi kesehatan adalah fisikawan Jerman Rudolf Virchow. Virchow berpendapat bahwa obat-obatan dulunya masuk dalam ilmu sosial, oleh karenanya harus digunakan untuk meningkatkan kondisi sosial masyarakat.

Obat-obatan sebagai sebuah ilmu sosial bukanlah sebuah teknik pengobatan melainkan sebuah pendekatan terhadap masalah kesehatan. Virchow yakin bahwa di masa depan, yaitu di kondisi kontemporer saat ini, kurikulum mengenai sosiologi kesehatan akan masuk ke dalam sekolah-sekolah seiring meningkatanya kesadaran individu tentang pentingnya menganalisis aspek sosial dalam memahami masalah kesehatan.

Sosiologi menyarankan bahwa setiap problem masyarakat sebaiknya dipahami secara kontekstual, termasuk ketika masyarakat sedang bermasalah dengan kesehatannya. Kita mengetahui bahwa suatu masyarakat tertentu, dari kelas sosial tertentu akan memahami terminologi kesehatan dengan cara tertentu pula. Sebagian masyarakat menaruh perhatian yang lebih pada aspek kesehatan, sebagaian yang lain memiliki tingkat kesadaran yang kurang.

Beberapa variabel sosial untuk menganalisis kesehatan seseorang yang bisa disebutkan tak terbatas jumlahnya, mulai dari jenis kelamin, usia, pendapatan, pendidikan, etnis, tempat tinggal, sampai tingkat integrasi sosial. Sebagai contoh, di Indonesia konsumsi herbal sebagai obat-obatan alternatif begitu tinggi. Tidak hanya orang desa, namun juga orang kota yang tinggal di perumahan yang mengonsumsi herbal. Tidak hanya orang miskin namun juga orang kaya. Sosiologi kesehatan menaruh perhatian pada beberapa aspek dalam rangka menganalisis bagaimana masyarakat berupaya menangani problem yang berhubungan dengan kesehatan.


Agar pembahasan kita tentang sosiologi kesehatan lebih spesifik, kita akan masuk pada ruang lingkupnya. Dalam mata kuliah sosiologi kesehatan dan sosiologi kedokteran, beragam isu terkait bisa menjadi objek kajian. Berikut ruang lingkup sosiologi kesehatan:

Ruang lingkup sosiologi kesehatan


    Penyakit dan kesehatan

Kajian mengenai kesehatan selalu berhubungan dengan penyakit. Sering kali orang dikatakan sehat pada level tertentu, apabila tidak menderita suatu penyakit pada level tertentu. Subdisiplin ini konsen pada pembahasan bagaimana seseorang atau masyarakat bisa dikatakan sehat atau sakit. Sebagai contoh, orang dikatakan sakit apabila tidak dapat menjalankan peran sosial sebagaimana mestinya.


    Pelayanan kesehatan

Bagaimana masyarakat memilih atau terpaksa memilih pelayanan kesehatan yang ada merupakan salah satu kajian dalam subdisiplin ini. Pelayanan kesehatan tidak hanya dilihat sebagai prosedur teknis dalam menangani pasien dan berapa biayanya, namun juga peran insitusi sosial yang menyediakannya, dari negara, rumah sakit, hingga keluarga.


    Kriminalitas dan kekerasan

Kriminalitas dalam kaca mata sosiologi kesehatan dapat dilihat baik sebagai pemicu stress suatu masyarakat atau output dari kondisi masyarakat itu sendiri. Kriminalitas dan kekerasan merupakan masalah sosial yang berhubungan erat dengan adanya suatu penyakit baik pada tataran individual atau pun kolektif


    Kondisi mental

Bagaimana aspek mental seseorang mempengaruhi perilakunya sehingga berdampak pada stabilitas sosial masyarakat dan sebaliknya masuk dalam ruang lingkup sosiologi kesehatan. Diskusi yang cukup sering dibahas berangkat dari definisi ”normal”. Apakah suatu kondisi normal benar-benar dapat direfleksikan pada perilaku yang dipraktikkan oleh mayoritas, sehingga konsekuensinya, individu yang tidak ikut arus dapat dikatakan tidak normal atau menyimpang.


    Intervensi kesehatan berbasis masyarakat

Ruang lingkup ini membahas tentang bagaimana kolektivitas dan integrasi sosial menjadi determinan kondisi kesehatan suatu masyarakat dan juga menentukan pilihannya dalam menyelesaikan problem kesehatan. Intervensi untuk menangani masyalah kesehatan didasari oleh pengetahuan akan kondisi sosial masyarakat tersebut.


    Pengetahuan dan kekuasaan

Sosiologi kesehatan menaruh perhatian pada hubungan yang timpang antar aktor sosial di bidang kesehatan, misalnya relasi antara dokter dan pasien. Dokter dilengkapi pengetahuan akan suatu penyakit yang diderita pasien melalui pemahaman terhadap gejalanya, sedangkan pasien seringkali ditempatkan pada posisi yang tidak tau apa-apa. Relasi yang timpang ini rentan terhadap penyalahgunaan kekuasaan.


    Kebijakan kesehatan masyarakat

Subdisiplin ini juga mendiskusikan tentang bagaimana memformulasikan kebijakan terkait kesehatan masyarakat yang tepat sasaran. Tidak hanya apa saja bentuk kebijakannya, tetapi juga siapa aktor yang mengeksekusinya, siapa target intervensinya, apa dampak yang mungkin ditimbulkannya dan lain sebagainya.


    Distribusi informasi medis

Informasi menjadi salah satu elemen yang mempengaruhi seberapa tinggi pengetahuan seseorang terhadap suatu kondisi kesehatan atau penyakit yang dialaminya. Informasi tentang obat-obatan, penyakit dan kesehatan bisa menjadi wilayah dominasi aktor-aktor tertentu, seperti apoteker, dokter, tabib, sampai dukun. Kini di era internet, informasi tersebar luas sehingga berpotensi mengubah distribusi pengetahuan di bidang kesehatan.

Di luar ruang lingkup yang sudah disebutkan di atas, objek kajian sosiologi kesehatan tentunya masih banyak lagi. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, termasuk di bidang medis, subdisiplin ini juga terus berkembang. Isu lain yang kini berkembang misalnya, medical tourism dan digital health. Kita lanjut pembahasan pada teori-teori sosiologi yang dapat diaplikasikan pada sosiologi kesehatan.


Teori-teori sosiologi kesehatan


    Teori fungsionalisme

Teori ini melihat kesehatan sebagai salah satu elemen penting sebagai prasyarat berfungsinya sistem sosial masyarakat. Menderita penyakit dianggap sebagai gangguan terhadap berfungsinya peran sosial, sehingga kehidupan sosial tidak bisa berjalan ”normal” sebagaimana mestinya.

Misalnya, seorang ayah memiliki peran sosial sebagai pemberi nafkah keluarga. Ketika ayah sakit dan tidak dapat bekerja, maka unit keluarga tersebut akan terganggu stabilitas finansialnya. Akibatnya, anak tidak bisa makan, tidak bisa bermain, tidak bisa sekolah. Kehidupan sosial menjadi terganggu.


    Teori marxist

Teori ini melihat kesehatan dan juga penyakit sebagai hasil dari operasionalisasi ekonomi kapitalis. Ekonomi kapitalis memproduksi komoditas yang mempengaruhi kondisi lingkungan material. Proses produksi tersebut menghasilkan penyakit seperti polusi, skizofenia, dan sebagainya sehingga menuntut manusia untuk mengonsumsi ”efek samping” dari produksi komoditas tersebut agar tetap sehat, dari makanan sampai obat-obatan yang juga diproduksi oleh industri kapitalis.

Sistem ekonomi kapitalis juga menentukan ketidakmerataan distribusi sumber daya yang pada gilirannya mempengaruhi kesehatan. Sebagai contoh, pendapatan dan kekayaan merupakan faktor determinan kualitas standar hidup manusia. Distribusi yang tidak merata menentukan pola ketidakmerataan tingkat kesehatan di masyarakat secara luas.


    Teori interaksionisme simbolik

Teori ini melihat kesehatan atau penyakit sebagai suatu ”identitas sosial” yang melekat pada seseorang sebagai hasil reaksi penilaian orang lain melalui interaksi sosial. Sebagai contoh, diagnosa suatu penyakit merupakan hasil interaksi simbolik antar aktor yang terlibat. Caranya, misalnya kita berperilaku sebagaimana orang gila. Ketika terjadi interaksi, yaitu masyarakat melihat perilaku kita, maka kita akan mendapat label orang gila. Kita secara interaksional didiagnosa sakit jiwa padahal pura-pura.

Obat-obatan yang dikonsumsi pasien, dilihat dari kaca mata teori ini maka juga dipengaruhi oleh pemaknaan simbol-simbol. Sebagai contoh, dalam interaksi antara dokter dan pasien, dokter berusaha memahami penyakit yang diderita pasien melalui simbol-simbol berupa gejala yang muncul.

    Teori konstruksi sosial

Teori ini melihat kesehatan dan penyakit sebagai produk dari konstruksi sosial. Maksudnya, suatu kondisi tubuh yang dinamakan ”sehat” atau ”sakit” merupakan ”fakta-fakta” yang secara kreatif diproduksi melalui interaksi dan interpretasi terhadap fakta-fakta tersebut. Proses interpretasi berlangsung secara subjektif, lalu dinegosiasikan sehingga menjadi intersubjektif.

Sebagai contoh, seorang penyandang disabilitas dimata masyarakat dilihat sebagai orang yang ”kekurangan”. Kekurangan ini merupakan ”fakta” yang diproduksi oleh interaksi dan interpretasi suatu kondisi faktual. Misalnya, penyandang disabilitas tersebut dilahirkan tanpa jari kelingking. Tanpa jari kelingking tersebut merupakan fakta yang diinterpretasi menjadi ”kekurangan”. Teori ini melihat bahwa ”kekurangan” tersebut merupakan label hasil negosiasi aktor-aktor (mayoritas yang punya jari kelingking) terhadap minoritas.


Sumber:

Disarikan dari beberapa sumber



Tidak ada komentar untuk "Sosiologi Kesehatan dan Ruang Lingkupnya"