Konsepsi Tanah dan Ruang Politik Pada Masyarakat Melayu

Masyarakat Melayu merupakan masyarakat  multirasial yang  tak sedikit pengamat memusatkan perhatiannya pada pemabagian geografis yang tak merata antara kedua kelompok etnis yang berbeda yaitu  Melayu dan Cina. Hal ini dilihat dapat dilihat dari statistik penduduk yang menyeluruh di Semenanjung Malaysia  dimana mayoritas daerah-daerah perkotaan dihuni oleh orang Cina,sedangkan orang-orang melayu terkonsentrasi didaerah-daerah pedalaman. Namun beberapa kota besar ,khususnya dibagian pantai timur  mayoritas penduduknya Melayu,meski disini pun pusat kota lebih banyak dihuni dan dikuasai oleh orang Cina.

Wilayah-wilayah ekologis kota yang menunjukkan ciri kota merupakan daerah Cina sedangkan wilayah-wilayah yang dihuni orang Melayu  menunjukkan ciri desa. Dan oleh karena itu pula daerah Melayu dikota Malaysia disebut kampong,sedangkan daerah orang Cina diberi nama tempat,jalan dan beberapa hal lainnya disebut Chinatown (kota cina ). Walaupun ada desa-desa yang dihuni orang Cina dengan mayoritas penduduknya bertani,namun orang Cina tetap menunjukkan wajah perkotaan,seperti dalam bentuk rumahnya dan berbeda dengan orang Melayu.

Orang-orang Cina adalah pendatang  ke Malaysia yang bersaman dengan ekspansi kolonialisme dan  harus mencari tempat-tempat yang tak dihuni oleh orang-orang Melayu. Merekalah yang meluaskan pasaran, membangun pusat-pusat komunikasi ,pusat ekoonomi dan sebagainya sehingga membentuklah suatu masyarakat kolonial yang pluralistis.Banyak cara yang telah ditempuh oleh Malaysia dalam hal menciptakan karakter kota seperti dengan menyediakan rumah untuk pensiunan yang kerja di kota agar tidak pulang lagi kekampung,namun masyarakat Melayu  cenderung mempertahankan ideologi pedesaannya. Hal ini dapat terlihat dari rumahnya yang dibangun tetap sama denga rumah didesa walaupun tinggalnya dikota.

Jika dilihat dari statistik tidak adalah perbedaan pendidikan, ekonomi,pekerjaan antara  golongan Mina dan Melayu, kecuali hanya tempat tinggal. Dimana orang Melayu dimana pun berada sealu mepertahankan gaya desanya. Sebaliknya orang Cina selalu menunjukkan dan menganut gaya kota.

Ada suatu orientasi masalah apabila kita melihat suatu desa Melayu atau kampung kota Malaysia, dimana tidak adanya suatu pola yang jelas dan tidak mempunyai daya tarik pemandangan kota atau desa. Contohnya tidak adanya jalan utama,lapangan utama,plaza dan sebagainya.  Namun rumah orang Melayu dibangun dnegan pola yang jelas,yaitu mempunyai beranda (serambi), yang biasanya dihadapkan ke arath Timur atau Selatan,mempunyai sebuah ruangan utama(ibu rumah), terdapat kamar tidur yang dapat disekat,dan sebuah dapur yang dikaitkan dibelakang rumah. 

Disamping itu tidak adanya aturan yang atau pedoman bagaimana seharusnya rumah yang satu berhubungan dengan rumah yang lain. Batas-batas anatara halaman rumah tidah diberikan tanda demarkasi apapun sehingga  penghuni sulit untuk menentukan cara yang tepat dari bidnag tanah dimana rumah itu didirikan. Biasanya batas-batas tersebut hanya dikaitkan pada pemamfaatan hasil dari tanaman,dan diluar itu batas-batas tampaknya tak dipersoalkan.  Singkatnya dapat disimpulkan tidak adanya kejelasan mengenai  konsepsi mengenai batas ruang dan batas-batas yangg tegas.

Hal yang sama juga terjadi pada batas-batas kampung atau desa, yang hanay ditunjukkan batasnya oleh hubungan penghuni dengan mesjid atau tempat ibadat. Sedangkan untuk batas-batas peersawahan dinyatakan dengan lebih jelas karena sawah-sawah dipisahkan oleh bendungan atau saluran irigasi. Namun konsepsi mengenai ruang atau arealanya agak kabur juga. Pada mulanay diukur dengan luasnya penebaran benih,dan sekarang sudah diukur dengan ukuran Inggris atau aere.

Sedangkan konsepsi ruang  mengenai luas tanah cina sanngat jelas polanya seperti adanya satu jalan utama yang bisa ditembus melalui jalan-jalan perkampungan dan seringkali sebuah pagar didirikan untuk membentuk suatu pekarangan dalam yang berdekatan dengan rumah. Kalau orang Melayu membubuhkan nama anggota keluarganya sebagi pemilik bidang tanah untuk pewarisan turun temurun,orang cina cenderung mengadakan pembagian atau menjuala tanah.

Konsepsi Luas Menurut Agama

Orang-orang Cina telah mengembangkan suatu ilmu pengetahuan khusus mengenai batas-batas tanah yang disebut geomancy. Dan mengenai ukuran-ukuran taanah dan ke arah mana rumah harus menghadap secara tradisional ditentukan oleh ahli geomancy. Adakalanya tata letak kota dan rejeki penduduknya juga dihubungkan dnegan prinsip-prinsip geomantik. Bahakan dulu disebutkan keberhasilan pengusaha Inggris atas malaysia dikaitkan dengan rumahnya  yang berlokasi dibukit-bukit dengan possisi membelakangi gunung.Perbedaan antara konsepsi tanah antara orang melayu dan orang cina akan terlihat jelas dengan membandingkan perkuburan milik orang cina dan perkuburan orang melayu. 

Orang Cina membuat suatu batas-batas terhadap makam yang sesuai dengan kemampuan keluarga dan ditandai dengan dinding yang mengelilingi makam,menetapkan lokasi yang bagus untuk makam para leluhur dan dibangun berjauhan dan berdinding tinggi serta bersifat permanen.Sedangkan pekuburan orang melayu tidak mempunyai batas-batas  tajam,dan berbeda sekali susunannya. Hal ini terlihat dari kedua batu nisan pada setiap makam yang berserak kemana-mana dan dimana saja terdapat tanah dapat digali untuk makam. Satu-satunya  yang dibatasi secara jelas adalah kuburan yang dianggap keramat dan disucikan secara ritual.

Namun ada hal yang menyimpang dnegan konsepsi Melayu mengenai luas tanah, yaitu menganggap kuburan keramat atau sering disebut dengan kuburan panajang dan diasumsikan orang yang dimakam telah bertambah besar dan panjang ,sehingga  batu nisan dari waktu-waktu harus dipasang kembali.

Konsepsi Jarak Sosial

Penduduk  semenanjung Melayu terdiri dari pendatang (imigran) ynag kebanyakan dari pulau-pulau Indonesia dan bangsa Cina . Namun orang melayu tidak begitu menyanjung tempat kelahirannya. Hal ini terlihat dari generasi kedua dari pendatang baru yang ketika ditanya mereka  menjawab penduduk setempat,dan jika ditanya lebih jauh mengenai asal usulnya nenek moyangnya  mereka biasanay tidka banyak mengetahui.Hal ini dimungkinkan juga oleh konsepsi mereka terhadap asal usulnya yang kabur.

Sebaliknya orang Cina cenderung mempunyai konsep yang terang ,tidak hanya asal usul mereka ,tetapi sampai nama desa yang tepat,tempat asal mereka.Dan penetahuan ini terus berlanjut dari generasi ke generasi. Bila identitas ornag melayu ditentukan oleh faktanya sebagai ornag muslim,berbahasa Melayu dan secara umum bukan disebut sebagai bumi putera. Maka orang Cina menentukan etnisnya melalui dialek dan tempat asal kelahirannya di Cina.

Konsepsi mengenai jarak sosial juga dapat ditunjukkan dalam studi peta mental mahasiswa Melayu diamama mereka cenderung memilih tempat bekerja didaerah asal atau sekitar kelahirannya.Sedangkan orang Cina memilih diberbagai pusat kota .

Peta mental orang cina jelas difokuskan pada daerah perkotaan, sedangkan peta mental orang melayu  dipusatkan pada distrik pedalaman asal kelahirannya.  Oleh karena itu lah dapat disimpulkan perpaduan yang membentuk dasar antara konsepsi jarak dan citra daerah perkotaan yang mempengaruhi proses urbanisasi dan ekologi perkotaan Malaysia.

Konsepsi Ruang Politik dan Perkotaan

Meskipun kebanyakan pendatang Cina di Malaysia berasal dari daerah pedalam Cina Selatan, namun mereka membawa serta suatu citra kehidupan pedesaan yang berpusat pada kota. Hubungan pekerjaan maupun tali persaudaraan berpadu dan merubah wilayah ini menjadi suatu kesatuan sosio politik yang akrab. Maka dapat kita asumsikan besar citra tentang kota ini dibawa oleh mereka pendatang dari Cina Selatan.

Persepsi Melayu terhadap ruang politik dan ruang kota sangat berbeda dan menunjukkan kemiripan dengan nenek moyang orang Indonesia. Pusat kekuasaan politik di negara-negara bagian Malaysia adalah Istana Raja atau Sultan.Walaupun begitu istana masih selalu dikelilingi pleh perkampungan kerajaan,yang dihuni oleh pembantu-pembantu atau para pengrajin yang melayani keperluan istana.

Dalam struktur ekologi beberapa kota di Malaysia, aza-azas citra kota lama Hindu di Asteng yang telah diislamkan dan dimelayukan masih tetap nampak . Suatu lapangan atau padang terbentang dan membuka jalan menuju istana dan kediaman keluarga-keluarga sultan yang besar serta keturunan-keturunannya. Kota-kota yang dimelayukan selalu memperlihatkan konsepsi sentrifokal daripada ruang.

Diantara kelas-kelas menengah kota Melayu modern yang terdiri dari pegawai-pegawai sipil dan pejabat-pejabat,konsepsi asli mengenai ruang dan kota senantiasa masih dipertahankan diamna mungkin. Pertama-tama ini diungkapkan dalam semacam keengganan atau kegelisahan seseorang harus pindah ketengah-tengah rumah persil golongan kelas menengah yang bermunculan dihampir semua kota-kota Malaysia.

Rumah-rumah persil ini biasanya didesain oleh arsitek Cina, kebanyakan rumah-rumah persil ini terdiri atas versi-versi modern dari toko Cina,dimana toko itu diganti oleh tempat-tempat parkir untuk mobil kecil. Hal ini tidak demikian dengan banguna yang yang didesai oleh orang Melayu sendiri,disini rumah-rumah tipe kampung masih terdapat, walaupun pada bagian yang rendah yang dahulu terbuka biasanya dipagari tembok dan dipergunakan untuk anak-anak atau remaja yang baru kawin diantara keluarga itu.

Tidak ada komentar untuk "Konsepsi Tanah dan Ruang Politik Pada Masyarakat Melayu"