Nasionalisme Hasan Tiro ketika mudanya

Mengakar Kehebatan Hasan Tiro
Siapa yang tak kenal dengan Hasan Tiro? sosok pembawa inspirasi, penebar budaya demokrasi ini. Beliau begitu dikagumi oleh orang banyak, walaupun ada juga yang memandang dengan sedikit sinis. Rasanya tak akan pernah bosan-bosannya untuk membicarakannya, walaupun beliau telah tiada.
Hasan tiro terlahir dari keluarga Tiro. Nama lengkapnya adalah Teungku Hasan Muhammad di Tiro (lahir di Pidie, Aceh, 25 September 1925 – meninggal di Banda Aceh, 3 Juni 2010 pada umur 84 tahun) adalah seorang tokoh pendiri Gerakan Aceh Merdeka, sebuah gerakan yang berusaha memperjuangkan kemerdekaan Aceh dari Indonesia. Gerakan tersebut resmi berdamai lewat perjanjian Helsinki pada 2005 dan melucuti senjata mereka. Hasan dianggap "wali", karena dia adalah keturunan ketiga Tengku Chik Muhammad Saman di Tiro, pahlawan nasional Indonesia yang berperang melawan Belanda pada 1890an. Dalam tubuhnya mengalir darah biru para pejuang Aceh. Hasan lahir di Pidie, Aceh, pada 4 September 1930 di Kampung Tiro, sekitar 20 km dari Sigli. Dia adalah keturunan ketiga Tengku Syeh Muhammad Saman di Tiro. Hasan merupakan anak kedua pasangan Tengku Pocut Fatimah dan Tengku Muhammad Hasan. Tengku Pocut inilah cucu perempuan Tengku Muhammad Saman di Tiro
Bagi Masyarakat Aceh Hasan tiro adalah ikon terhadap keberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) Aceh. Bahkan karena kehebatannya, ada supir Taxi di German yang dia rela ongkosnya tidak dibayar, jika tahu penumpangnya dari Aceh. Hal ini memang benar keluarga tiro adalah keluarga yang terpandang di Aceh, bahkan salah seorang sosiolog luar negeri mengatakan sejarah Aceh adalah sejarah Tiro.
Tiro itu merupakan daerah lokal yang melahirkan sejuta pahlawan. Bayangkan saja dari dulu masa penjajahan Belanda, ketika Raja sudah kehabisan akal untuk berperang melawan penjajah. Kepemimpinan dalam birokrasi Aceh merdeka merupakan sebuah takhta yang turun-temurun. Ceritanya berawal dari wafatnya Sultan Muhammad Daud Shah, sultan Kerajaan Iskandar Muda yang terakhir, pada 1874, karena berperang melawan Belanda. Karena anak sultan baru berusia 12 tahun, suksesi macet. Di tengah gentingnya suasana perang, kekuasaan diserahkan ke Tengku Muhammad Saman di Tiro (kakek buyut Hasan di Tiro) sebagai wali negara sekaligus panglima perang.Maka mandatnya diserahkan ke keluarga Tiro. Sehingga pola pemerintahan pun berubah saat itu dari system Raja menjadi system wali negara. Sesuatu yang didambakan oleh dia untuk Aceh.
Bagi bangsa Indonesia mungkin Hasan tiro adalah pemberontak. Mungkin karena sikap kerasnya yang dengan terang berderang menabuh perang dengan Pemerintah. Namun bagi masyarakat Aceh dia baj pahlawan. Dia telah rela meninggalkan kemewahannya, hartanya, keluarganya, demi menegakkan keadilan di Aceh. Sejak masih muda Hasan Tiro telah menjelma sebagai seorang yang diperhitungkan dan dipertimbangkan oleh para pendiri negara, bahkan sosok yang oleh Wakil Perdana Menteri Sjafruddin Prawiranegara disebut “pemuda pendiam tapi memberi kesan cerdas dan cukup lincah”.
Sebenarnya Hasan Tiro adalah seorang pemuda yang punya nasionalisme tinggi terhadap Indonesia. Beliau adalah orang pertama yang berani mengibarkan bendera merah putih di Aceh, tepatnya di Lamlo, kabupaten Pidie. Beliau adalah sosok yang sangat pemberani, mengingat ketika itu beliau masih berumur 20 tahun dan negara masih dalam pagar penjajah.
Seorang hasan tiro sangat peka terhadap nilai-nilai keadilan, ketimpangan, dan beragam masalah sosial yang terjadi dilingkungan tempat lahirnya.
Apa yang diperlihatkan oleh Hasan Tiro, baik ketika muda tidak akan lagi kita dapatkan pada sosok-sosok baru yang hidup kini. Kita ambilkan saja perbandingannya dengan pemuda-pemuda sekarang, jangan terlalu jauh melihat kekampung-kampung, yang notabenenya kampungan menurut para pemuda kota. Namun lihatnya pemuda-pemuda yang hidupnya di kota pelajar Darussalam ini. Terkadang hidupnya sunggug tidak bisa ditangkap dengan akal sehal, dimana malamnya berkeluyuran sampai subuh, sibuk dengan hal-hal yang tak penting, dan meresahkan orang lain.
Jika dipikir keadaan seperti itu hanya menguntungka pemilik warkop saja, karena dengan banyak pemuda seperti itu maka omsetnya perbulan pun naik.


Penulis : Muhammad Syawal

Tidak ada komentar untuk "Nasionalisme Hasan Tiro ketika mudanya"