Makna Aluk dan Ada dalam Masyarakat Tanah Toraja
Aluk dan Ada’ memiliki perbedaaan yang sederhana tapi memiliki makna perbedaan yang dalam. Aluk adalah aturan masyarakat Toraja khusus tentang aturan keaagamaan , sedangkan Ada’ adalah aturan masyarakat Toraja tentang aturan adat dan budaya. Lalu kemudian Aluk dan Ada’ disatukan tanpa mengurangi nilai dari masing-masing Aluk dan Ada’. Seperti kita jumpai pada setiap acara Rambu Solo’ dan Rambu Tuka’. Rambu Solo’ dan Rambu Tuka’ akan saya coba bahas di artikel berikutnya.
Dipercaya manusia yang turun ke bumi telah dibekali dengan aturan keagamaan yang disebut aluk. Aluk merupakan aturan keagamaan yang menjadi sumber dari budaya dan pandangan hidup leluhur suku Toraja yang mengandung nilai-nilai religius yang mengarahkan pola-pola tingkah laku hidup dan ritual suku Toraja untuk mengabdi kepada Puang Matua.
Masyarakat Toraja dalam acara adatnya
Masyarakat Toraja dalam acara adatnya
Tahapan perkebangan Aluk dan Ada’ Bermula dari tahapan Tipamulanna Aluk ditampa dao langi' yakni permulaan penciptaan Aluk diatas langit, Mendemme' di kapadanganna yakni Aluk diturunkan ke bumi oleh Puang Buru Langi’ Dirura. Kedua tahapan ini lebih merupakan mitos. Dalam penelitian pada hakekatnya aluk merupakan budaya/aturan hidup yang dibawa kaum imigran dari dataran Indo Cina pada sekitar 3000 tahun sampai 500 tahun sebelum Masehi.
Beberapa Tokoh penting dalam penyebaran aluk, antara lain: Tomanurun Tambora Langi' adalah pembawa aluk Sabda Saratu' yang mengikat penganutnya dalam daerah terbatas yakni wilayah Tallu Lembangna.
Selain itu terdapat Aluk Sanda Pitunnadisebarluaskan oleh tiga tokoh, yaitu : Pongkapadang bersama Burake Tattiu'menuju bagian barat Tana Toraja yakni ke Bonggakaradeng, sebagian Saluputti, Simbuang sampai pada Pitu Ulunna Salu Karua Ba'bana Minanga, derngan membawa pranata sosial yang disebut dalam bahasa Toraja "To Unnirui' suke pa'pa, to ungkandei kandian saratu” yakni pranata sosial yang tidak mengenal strata. Kemudian Pasontikbersama Burake Tambolang menuju ke daerah-daerah sebelah timur Tana Toraja, yaitu daerah Pitung Pananaian, Rantebua, Tangdu, Ranteballa, Ta'bi, Tabang, Maindo sampai ke Luwu Selatan dan Utara dengan membawa pranata sosial yang disebut dalam bahasa Toraja : "To Unnirui' suku dibonga, To unkandei kandean pindan", yaitu pranata sosial yang menyusun tata kehidupan masyarakat dalam tiga strata sosial.
Tangdilino bersama Burake Tangngana ke daerah bagian tengah Tana Toraja dengan membawa pranata sosial "To unniru'i suke dibonga, To ungkandei kandean pindan",Tangdilino diketahui menikah dua kali, yaitu dengan Buen Manik, perkawinan ini membuahkan delapan anak. Perkawinan Tangdilino dengan Salle Bi'ti dari Makale membuahkan seorang anak.
Kesembilan anak Tangdilino tersebar keberbagai daerah, yaitu Pabane menuju Kesu', Parange menuju Buntao', Pasontik ke Pantilang, Pote'Malla ke Rongkong (Luwu), Bobolangi menuju Pitu Ulunna Salu Karua Ba'bana Minanga, Bue ke daerah Duri, Bangkudu Ma'dandan ke Bala (Mangkendek), Sirrang ke Dangle.
Dan kemudian Itulah yang membuat seluruh Tondok Lepongan Bulan Tana Matari' Allo diikat oleh salah satu aturan yang dikenal dengan nama Tondok Lepongan Bulan Tana Matari' Allo arti harfiahnya adalah "Negri yang bulat seperti bulan dan Matahari". Nama ini mempunyai latar belakang yang bermakna, persekutuan negeri sebagai satu kesatuan yang bulat dari berbagai daerah adat. Ini dikarenakan Tana Toraja tidak pernah diperintah oleh seorang penguasa tunggal, tetapi wilayah daerahnya terdiri dari kelompok adat yang diperintah oleh masing-masing pemangku adat dan ada sekitar 32 pemangku adat di Toraja.
Pa’Gorri’ku (Catatanku): Jika ada agama masuk ke Tana Toraja untuk mengurangi bahkan menghapus nilai-nilai adat maka agama tersebut sebaiknya angkat kaki dari Toraja sebelum saya dan para pecinta adat Toraja bersama pemuka-pemuka adat akan mengusir dengan cara orang Toraja.
Arti kata “Tondok Lepongan Bulan, Tana Matari’ Allo”
Tondok Lepongan Bulan, Tana Matari’ Allo nama sebutan Tana Toraja sebelum muncul nama Tana Toraja. Tondok Lepongan Bulan, Tana Matari’ Allo nama sebutan Tana Toraja(Tondok “negeri”, Lepongan “kebulatan/kesatuan”, Bulan “bulan”, Tana “negeri”, Matari’ “bentuk”, Allo “matahari”), yang artinya “Negeri yang bulat seperti Bulan dan Matahari”, Negeri yang pemerintahan dan kemasyarakatannya berke-Tuhan-an yang merupakan kesatuan yang bulat bentuknya bagaikan bundaran bulan/matahari, wilayah daerahnya terdiri dari kelompok adat yang diperintah oleh masing-masing pemangku adat dan ada sekitar 32 pemangku adat di Toraja.
Nama Lepongan Bulan atau Matari’ Allo adalah bersumber dari terbentuknya negeri ini dalam suatu kebulatan / kesatuan tata masyarakat yang terbentuk berdasarkan :
Persekutuan atau kebulatan berdasarkan suatu ajaran Agama / Keyakinan yang sama yang dinamakan Aluk Todolo, mempergunakan suatu aturan yang bersumber / berpancar dari suatu sumber yaitu dari Neger Marinding Banua Puan yang dikenal dengan Aluk Pitung Sa'bu Pitu Ratu' Pitung Pulo Pitu atau Aluk Sanda Pitunna (Aturan/Ajaran 7777)
Oleh beberapa Daerah Adat yang mempergunakan satu Aturan Dasar Adat dan Budaya yang terpancar / bersumber dari satu Aturan.
Karena perserikatan dan kesatuan kelompok adat tersebut, maka diberilah nama perserikatan bundar atau bulat yang terikat dalam satu pandangan hidup dan keyakinan sebagai pengikat seluruh daerah dan kelompok adat tersebut.
Tidak ada komentar untuk "Makna Aluk dan Ada dalam Masyarakat Tanah Toraja"
Posting Komentar