Sejarah Perkembangan Sosiologi Ekonomi
SEJARAH SOSIOLOGI EKONOMI
Sosiologi ekonomi adalah studi sosiologis yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara ekonomi dan fenomena sosial. Asumsi yang dibangun sosiologi ekonomi dalam melihat fenomena ekonomi adalah tindakan ekonomi sebagai suatu bentuk tindakan sosial, tindakan ekonomi disituasikan secara sosial, dan institusi ekonomi merupakan konstruksi sosial.
Tidak hanya sosiolog, tetapi juga ekonom yang memberi kontribusi pada perkembangan studi sosiologi ekonomi. Salah satu kontribusi paling signifikan yang dilakukan oleh ekonom datang dari Joseph Scumpeter melalui karyanya ‘History of Economic Analisys’. Ia menggunakan institusional framework dalam menganalisis fenomena ekonomi.
Baca juga:
Konsep Aktor dan Tindakan Ekonomi: Perbandingan Antara Pendekatan Ekonomi Dan Sosiologis
Pendekatan Ekonomi Dan Sosiologis
Sosiologi dan ekonomi mengalami disparitas field of study sejak ekonom klasik dan neoklasik mengembangkan teori-teori ekonomi tanpa institutional framework. Menurut Schumpeter, kesenjangan antara ekonomi dan sosiologi sudah dimulai sejak Adam Smith menulis ‘The Wealth of Nations’ yang hingga kini menjadi rujukan teori-teori ekonomi modern. Adalah Karl Marx yang menurutnya, menjadi ekonom paling berhasil menganalisis ekonomi secara sosiologis.
Keberhasilan Marx terletak pada analisisnya tentang konflik struktur antar kelas. Torsten Veblen juga mengkritik ekonomi neoklasik yang bersifat utilitarian, mengasumsikan aktor ekonomi secara individualistik dan transaksional. Asumsi seperti itu, menurutnya, membuat ekonom neoklasik cenderung menjauhkan analisisnya dari realitas historis-empirisis menuju transaksi rasional yang individualistik. Padahal dalam tindakan transaksional, selau melibatkan 2 individu atau lebih. Granovetter mengkritik cara pandang neoklasik sebagai berikut:
This view sees the economy as an increasingly separate, differentiated sphere in modern society, with economic transaction defined no longer by the social or kinship obligation of those transacting but by rational calculations of individual gain.
Tradisi sosiologi sendiri, dalam perkembangan studi sosiologi ekonomi mengalami pasang surut. Kontribusi awal paling signifikan mungkin dilakukan oleh Max Weber dalam ‘The Protestan Ethic and The Spirit of Capitalism’. Meskipun masih menuai perdebatan apakah The Protestan Ethic ‘menyebabkan’ kapitalisme, karya Weber dianggap sebagai salah satu sejarah studi sosiologi ekonomi yang mendapat banyak perhatian oleh para sosiolog. Kontribusi teori kontemporer dalam sosiologi ekonomi adalah analisis ekonomi dengan pendekatan social embeddedness. Meskipun Weber tidak pernah menyebutkan social embeddednes dalam teori sosiologi ekonomi-nya, beberapa sosiolog menyebut teori Weber sebagai ‘The Hidden Theory of Embeddedness’.
Perkembangan sosiologi ekonomi tentang social embeddedness dilakukan oleh Karl Polanyi pada 1950. Namun, Polanyi lebih banyak mengkaji aspek political ekonomy dari embeddedness ketimbang social embeddedness itu sendiri. Para pemikir strukturalis di Amerika juga mengembangkan sosiologi ekonomi yang mendekatkan antara Economy dan Society. Adalah Talcott Parson yang memberi banyak pengaruh pada sosiolog ekonomi sampai periode 1960-an. Tetapi, analisis pengikutnya yang terlalu bersifat institusionalis tidak diterima oleh para ekonom neoklasik pada waktu itu. Analisis itu juga dianggap oleh Granovetter sebagai cara pandang ‘oversocialized’ terhadap fenomena ekonomi.
Studi sosiologi ekonomi sempat mengalai vacuum sekitar tahun 1960-1970. Dalam arti, tidak ada karya intelektual yang memberi pengaruh signifikan terhadap sosiologi ekonomi. Sosiologi dan ekonomi seakan terpisah satu sama lain dengan segala persoalanya sendiri. Perkembangan sosiologi ekonomi mengalami kebangkitan kembali melaui artikel yang diterbitkan oleh American Journal of Sociology pada 1985 ‘Economic Action and Social Structure: The Problem of Embeddedness’. Perkembangan teoritis tersebut menjadi awal dari studi yang kini dikenal sebagai ‘The New Economic Sociology’.
Social embeddedness dalam ‘The New Economic Sociology’ merupakan pendekatan sosiologi ekonomi yang melihat tindakan aktor ekonomi dalam kerangka struktur sosial. Namun, Granovetter lebih banyak menganalisis structure of social relation atau network terhadap fenomena ekonomi. Dalam artikel tersebut, Granovetter mendiskusikan setidaknya ada 3 hal terkait problem dari embeddedness:
Pertama, Konsepsi ‘undersocialized’ dan ‘oversocialized’ sebagai tindakan aktor ekonomi. Menurutnya, ekonom klasik dan neoklasik cenderung mengasumsikan aktor ekonomi dalam konsepsi ‘undersocialized’ yaitu, otonomi individu dalam tindakan ekonomi. Aktor ekonomi yang otonom melepaskan diri dari konteks sosial, kultural, dan politik. Tindakanya dilakukan ke arah yang bersifat individualistik. Sedangkan ekonom reformis atau juga sebagian dari sosiolog struktural parsonian cenderung terjebak pada konsepsi ‘oversocialized’ yaitu, menempatkan individu dalam ruang-ruang determinasi kultural. Aktor ekonomi berada dalam struktur yang mengatur segala keputusan yang ia buat. Inilah titik kesenjangan antara sosiologi dan ekonomi yang pernah terjadi selama beberapa dekade.
Baik ‘under-‘ maupun ‘oversocialized’ menurut Granovetter memiliki kesamaan tertentu, yaitu penolakan terhadap struktur relasi sosial dalam proses produksi, distribusi, dan konsumsi. Konsepsi ‘undersocialized’ banyak merujuk pada pemikiran Adam Smith tentang pasar bebas yang kompetitif. Menurutnya, dalam pasar yang kompetitif, tidak ada produsen atau pun konsumen yang saling mempengaruhi permintaan, penawaran, harga, dan komponen lain karena pasar yang ideal telah men-supply pembeli dan penjual dengan informasi yang sempurna. Pasar yang ideal, menurut Adam Smith dapat mengatur dirinya sendiri. Sehingga struktur ekonomi yang paling baik adalah membentuk dirinya sendiri tanpa adanya intervensi. Pada prinsipnya, pernyataan tersebut telah mengeliminasi struktur relasi sosial dalam ekonomi.
Dalam ekonomi klasik dan neoklasik, jika aktor ekonomi memiliki relasi sosial, maka dapat mengancam terwujudnya pasar yang kompetitif. Oleh karena itu, ekonom klasik dan neoklasik mensyaratkan bahwa aktor harus otonom. Dalam istilah lain disebut, aktor mengalami atomisasi sehingga lahirlah apa yang menurut para sosiolog disebut Homo Economicus.
Bantahan yang radikal datang dari sosiolog strukturalis, terutama mereka yang mendapat pengaruh dari pemikiran Talcott Parson. Strukturalis terutama kalangan Parsonian berasumsi bahwa tindakan ekonomi selalu berada dalam struktur sosial sehingga sangat dipengaruhi oleh determinasi yang sifatnya non-ekonomi. Aktor bertindak bisa atas nama tradisi atau budaya atau apa saja yang disebut sebagai kewajiban, keadilan, penghormatan, dan lain sebagainya. Pengaruh sosial selalu berkontribusi pada proses produksi, distribusi, dan konsumsi.
James Duesenberry memberi kesimpulan sendiri mengenai perdebatan ini. Menurutnya ekonomi adalah tentang bagaimana orang-orang membuat keputusan. Sedangkan sosiologi adalah tentang bagaimana orang-orang tidak punya keputusan untuk dibuat.[13] Bagi Granovetter, konsepsi ‘under-‘ dan ‘oversocialized’ tampak sebagai sesuatu yang contrast. Padahal keduanya sama-sama mengeliminasi struktur relasi sosial.
Dalam teori social embeddedness, Granovetter berargumen bahwa aktor ekonomi harus dihindari dari proses atomisasi karena membuat aktor keluar dari konteks sosial. Hal ini untuk mencegah konsepsi ‘undersocialized’. Tidak pula aktor ditempatkan dalam ruang-ruang determinasi kultural yang mengakibatkan ‘oversocialized’. Namun, aktor ditempatkan pada struktur relasi sosial dalam sebuah sistem yang sedang berjalan.[14]
Kedua, Granovetter mendiskusikan embeddedness dalam problem trust dan distrust. Fenomena trust dan distrust dalam ekonomi tidak bisa dijelaskan apabila aktor ekonomi diasumsikan sebagai ‘under-‘ dan ‘oversocialized’ sebab pada masyarakat tertentu, proses ekonomi terstruktur dalam hubungan-hubungan non-pasar, seperti: keluarga, komunitas, atau pun birokrasi. Hubungan-hubungan non-pasar tersebut dapat menjelaskan mengapa trust atau distrust muncul atau menghilang.[15] Argumentasi dalam teori sosial embeddedness menekankan pada relasi sosial yang kongrit.[16] Trust adalah elemen yang dibangun diatas relasi sosial yang kongrit bukan ‘self-interested’ sebagaimana argumen para ekonom modern saat ini.
Ketiga, problem antara market dan hierarki. Problem ini merupakan kritik Granovetter atas gagasan Oliver Williamson. Menurut Williamson, bisnis berkembang dipengaruhi oleh hierarki dalam oganisasi atau perusahaan. Eksekutif dalam satu perusahaan bertemu untuk mengadakan relasi dan kontak. Relasi sosial yang hierarkis ini menciptakan order dalam kehidupan ekonomi. Pada akhirnya bisnis berkembang. Namun, Granovetter memandang relasi sosial antar perusahaan di semua level lebih penting ketimbang mekanisme otoritas dalam perusahaan. Relasi di semua level dapat menciptakan suppliers dan pembeli baru. Pada level tertentu, embeddedness dalam relasi sosial dapat menghadirkan trust dan solidaritas. Jaringan sosial yang berdiri diatas modal sosial tersebut pada akhirnya mampu mengembangkan ekonomi dalam hal pasar kerja, entrepreneurship, dan perusahaan.[17]
Embeddedness bagi Granovetter lebih ditekankan pada fungsi network atau relasi sosial. Sebenarnya ada kontribusi teori lain yang mendukung gagasan embeddedness dari Granovetter ini. Richard Swedberg menyimpulkan bahwa setidaknya ada 3 kontribusi teoritis yang menjadi fondasi dari social embeddedness, yaitu Networks Theory, Organization Theory, Cultural Sociology.[18]
Network theory Granovetter banyak menuai kritik terutama karena mereduksi aspek budaya dalam sosiologi ekonomi. Sosiologi budaya baik dalam aspek simbol maupun cultural meaning menurut para pengkajinya, semestinya dilibatkan karena mengandung pengaruh signifikan pada networks yang dikembangkan. Teori organisasi juga berperan dalam menjelaskan hubungan-hubungan ekonomi, misalnya menjelaskan hubungan antara korporasi dengan lingkungan disekitarnya. Teori ini juga menganalisis interplay antara organisasi ekonomi dan organisasi non ekonomi dalam sosiologi ekonomi.
Sosiologi ekonomi adalah studi sosiologis yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara ekonomi dan fenomena sosial. Asumsi yang dibangun sosiologi ekonomi dalam melihat fenomena ekonomi adalah tindakan ekonomi sebagai suatu bentuk tindakan sosial, tindakan ekonomi disituasikan secara sosial, dan institusi ekonomi merupakan konstruksi sosial.
Tidak hanya sosiolog, tetapi juga ekonom yang memberi kontribusi pada perkembangan studi sosiologi ekonomi. Salah satu kontribusi paling signifikan yang dilakukan oleh ekonom datang dari Joseph Scumpeter melalui karyanya ‘History of Economic Analisys’. Ia menggunakan institusional framework dalam menganalisis fenomena ekonomi.
Baca juga:
Konsep Aktor dan Tindakan Ekonomi: Perbandingan Antara Pendekatan Ekonomi Dan Sosiologis
Pendekatan Ekonomi Dan Sosiologis
Sosiologi dan ekonomi mengalami disparitas field of study sejak ekonom klasik dan neoklasik mengembangkan teori-teori ekonomi tanpa institutional framework. Menurut Schumpeter, kesenjangan antara ekonomi dan sosiologi sudah dimulai sejak Adam Smith menulis ‘The Wealth of Nations’ yang hingga kini menjadi rujukan teori-teori ekonomi modern. Adalah Karl Marx yang menurutnya, menjadi ekonom paling berhasil menganalisis ekonomi secara sosiologis.
Keberhasilan Marx terletak pada analisisnya tentang konflik struktur antar kelas. Torsten Veblen juga mengkritik ekonomi neoklasik yang bersifat utilitarian, mengasumsikan aktor ekonomi secara individualistik dan transaksional. Asumsi seperti itu, menurutnya, membuat ekonom neoklasik cenderung menjauhkan analisisnya dari realitas historis-empirisis menuju transaksi rasional yang individualistik. Padahal dalam tindakan transaksional, selau melibatkan 2 individu atau lebih. Granovetter mengkritik cara pandang neoklasik sebagai berikut:
This view sees the economy as an increasingly separate, differentiated sphere in modern society, with economic transaction defined no longer by the social or kinship obligation of those transacting but by rational calculations of individual gain.
Tradisi sosiologi sendiri, dalam perkembangan studi sosiologi ekonomi mengalami pasang surut. Kontribusi awal paling signifikan mungkin dilakukan oleh Max Weber dalam ‘The Protestan Ethic and The Spirit of Capitalism’. Meskipun masih menuai perdebatan apakah The Protestan Ethic ‘menyebabkan’ kapitalisme, karya Weber dianggap sebagai salah satu sejarah studi sosiologi ekonomi yang mendapat banyak perhatian oleh para sosiolog. Kontribusi teori kontemporer dalam sosiologi ekonomi adalah analisis ekonomi dengan pendekatan social embeddedness. Meskipun Weber tidak pernah menyebutkan social embeddednes dalam teori sosiologi ekonomi-nya, beberapa sosiolog menyebut teori Weber sebagai ‘The Hidden Theory of Embeddedness’.
Perkembangan sosiologi ekonomi tentang social embeddedness dilakukan oleh Karl Polanyi pada 1950. Namun, Polanyi lebih banyak mengkaji aspek political ekonomy dari embeddedness ketimbang social embeddedness itu sendiri. Para pemikir strukturalis di Amerika juga mengembangkan sosiologi ekonomi yang mendekatkan antara Economy dan Society. Adalah Talcott Parson yang memberi banyak pengaruh pada sosiolog ekonomi sampai periode 1960-an. Tetapi, analisis pengikutnya yang terlalu bersifat institusionalis tidak diterima oleh para ekonom neoklasik pada waktu itu. Analisis itu juga dianggap oleh Granovetter sebagai cara pandang ‘oversocialized’ terhadap fenomena ekonomi.
Studi sosiologi ekonomi sempat mengalai vacuum sekitar tahun 1960-1970. Dalam arti, tidak ada karya intelektual yang memberi pengaruh signifikan terhadap sosiologi ekonomi. Sosiologi dan ekonomi seakan terpisah satu sama lain dengan segala persoalanya sendiri. Perkembangan sosiologi ekonomi mengalami kebangkitan kembali melaui artikel yang diterbitkan oleh American Journal of Sociology pada 1985 ‘Economic Action and Social Structure: The Problem of Embeddedness’. Perkembangan teoritis tersebut menjadi awal dari studi yang kini dikenal sebagai ‘The New Economic Sociology’.
Social embeddedness dalam ‘The New Economic Sociology’ merupakan pendekatan sosiologi ekonomi yang melihat tindakan aktor ekonomi dalam kerangka struktur sosial. Namun, Granovetter lebih banyak menganalisis structure of social relation atau network terhadap fenomena ekonomi. Dalam artikel tersebut, Granovetter mendiskusikan setidaknya ada 3 hal terkait problem dari embeddedness:
Pertama, Konsepsi ‘undersocialized’ dan ‘oversocialized’ sebagai tindakan aktor ekonomi. Menurutnya, ekonom klasik dan neoklasik cenderung mengasumsikan aktor ekonomi dalam konsepsi ‘undersocialized’ yaitu, otonomi individu dalam tindakan ekonomi. Aktor ekonomi yang otonom melepaskan diri dari konteks sosial, kultural, dan politik. Tindakanya dilakukan ke arah yang bersifat individualistik. Sedangkan ekonom reformis atau juga sebagian dari sosiolog struktural parsonian cenderung terjebak pada konsepsi ‘oversocialized’ yaitu, menempatkan individu dalam ruang-ruang determinasi kultural. Aktor ekonomi berada dalam struktur yang mengatur segala keputusan yang ia buat. Inilah titik kesenjangan antara sosiologi dan ekonomi yang pernah terjadi selama beberapa dekade.
Baik ‘under-‘ maupun ‘oversocialized’ menurut Granovetter memiliki kesamaan tertentu, yaitu penolakan terhadap struktur relasi sosial dalam proses produksi, distribusi, dan konsumsi. Konsepsi ‘undersocialized’ banyak merujuk pada pemikiran Adam Smith tentang pasar bebas yang kompetitif. Menurutnya, dalam pasar yang kompetitif, tidak ada produsen atau pun konsumen yang saling mempengaruhi permintaan, penawaran, harga, dan komponen lain karena pasar yang ideal telah men-supply pembeli dan penjual dengan informasi yang sempurna. Pasar yang ideal, menurut Adam Smith dapat mengatur dirinya sendiri. Sehingga struktur ekonomi yang paling baik adalah membentuk dirinya sendiri tanpa adanya intervensi. Pada prinsipnya, pernyataan tersebut telah mengeliminasi struktur relasi sosial dalam ekonomi.
Dalam ekonomi klasik dan neoklasik, jika aktor ekonomi memiliki relasi sosial, maka dapat mengancam terwujudnya pasar yang kompetitif. Oleh karena itu, ekonom klasik dan neoklasik mensyaratkan bahwa aktor harus otonom. Dalam istilah lain disebut, aktor mengalami atomisasi sehingga lahirlah apa yang menurut para sosiolog disebut Homo Economicus.
Bantahan yang radikal datang dari sosiolog strukturalis, terutama mereka yang mendapat pengaruh dari pemikiran Talcott Parson. Strukturalis terutama kalangan Parsonian berasumsi bahwa tindakan ekonomi selalu berada dalam struktur sosial sehingga sangat dipengaruhi oleh determinasi yang sifatnya non-ekonomi. Aktor bertindak bisa atas nama tradisi atau budaya atau apa saja yang disebut sebagai kewajiban, keadilan, penghormatan, dan lain sebagainya. Pengaruh sosial selalu berkontribusi pada proses produksi, distribusi, dan konsumsi.
James Duesenberry memberi kesimpulan sendiri mengenai perdebatan ini. Menurutnya ekonomi adalah tentang bagaimana orang-orang membuat keputusan. Sedangkan sosiologi adalah tentang bagaimana orang-orang tidak punya keputusan untuk dibuat.[13] Bagi Granovetter, konsepsi ‘under-‘ dan ‘oversocialized’ tampak sebagai sesuatu yang contrast. Padahal keduanya sama-sama mengeliminasi struktur relasi sosial.
Dalam teori social embeddedness, Granovetter berargumen bahwa aktor ekonomi harus dihindari dari proses atomisasi karena membuat aktor keluar dari konteks sosial. Hal ini untuk mencegah konsepsi ‘undersocialized’. Tidak pula aktor ditempatkan dalam ruang-ruang determinasi kultural yang mengakibatkan ‘oversocialized’. Namun, aktor ditempatkan pada struktur relasi sosial dalam sebuah sistem yang sedang berjalan.[14]
Kedua, Granovetter mendiskusikan embeddedness dalam problem trust dan distrust. Fenomena trust dan distrust dalam ekonomi tidak bisa dijelaskan apabila aktor ekonomi diasumsikan sebagai ‘under-‘ dan ‘oversocialized’ sebab pada masyarakat tertentu, proses ekonomi terstruktur dalam hubungan-hubungan non-pasar, seperti: keluarga, komunitas, atau pun birokrasi. Hubungan-hubungan non-pasar tersebut dapat menjelaskan mengapa trust atau distrust muncul atau menghilang.[15] Argumentasi dalam teori sosial embeddedness menekankan pada relasi sosial yang kongrit.[16] Trust adalah elemen yang dibangun diatas relasi sosial yang kongrit bukan ‘self-interested’ sebagaimana argumen para ekonom modern saat ini.
Ketiga, problem antara market dan hierarki. Problem ini merupakan kritik Granovetter atas gagasan Oliver Williamson. Menurut Williamson, bisnis berkembang dipengaruhi oleh hierarki dalam oganisasi atau perusahaan. Eksekutif dalam satu perusahaan bertemu untuk mengadakan relasi dan kontak. Relasi sosial yang hierarkis ini menciptakan order dalam kehidupan ekonomi. Pada akhirnya bisnis berkembang. Namun, Granovetter memandang relasi sosial antar perusahaan di semua level lebih penting ketimbang mekanisme otoritas dalam perusahaan. Relasi di semua level dapat menciptakan suppliers dan pembeli baru. Pada level tertentu, embeddedness dalam relasi sosial dapat menghadirkan trust dan solidaritas. Jaringan sosial yang berdiri diatas modal sosial tersebut pada akhirnya mampu mengembangkan ekonomi dalam hal pasar kerja, entrepreneurship, dan perusahaan.[17]
Embeddedness bagi Granovetter lebih ditekankan pada fungsi network atau relasi sosial. Sebenarnya ada kontribusi teori lain yang mendukung gagasan embeddedness dari Granovetter ini. Richard Swedberg menyimpulkan bahwa setidaknya ada 3 kontribusi teoritis yang menjadi fondasi dari social embeddedness, yaitu Networks Theory, Organization Theory, Cultural Sociology.[18]
Network theory Granovetter banyak menuai kritik terutama karena mereduksi aspek budaya dalam sosiologi ekonomi. Sosiologi budaya baik dalam aspek simbol maupun cultural meaning menurut para pengkajinya, semestinya dilibatkan karena mengandung pengaruh signifikan pada networks yang dikembangkan. Teori organisasi juga berperan dalam menjelaskan hubungan-hubungan ekonomi, misalnya menjelaskan hubungan antara korporasi dengan lingkungan disekitarnya. Teori ini juga menganalisis interplay antara organisasi ekonomi dan organisasi non ekonomi dalam sosiologi ekonomi.
Tidak ada komentar untuk "Sejarah Perkembangan Sosiologi Ekonomi"
Posting Komentar