Modal Sosial Pada Pemberdayaan Masyarakat (social capital for civil society)
Ciri-ciri masyarakat aktif adalah
mempunyai perubahan atau terus bergerak dalam mencapai kemajuan pembangunan.
Masyarakat adalah kumpulan dari aktor-aktor yang berperan penting dalam
pembangun atau dengan kata lain pemberdayaan. Di samping itu, faktor yang
sangat penting dalam pemberdayaan adalah modal yang digunakan untuk
memberdayakan masyarakat. Dalam pembahasan mengenai pemberdayaan telah
disinggung mengenai beberapa jenis modal, seperti modal fisik, modal alam,
modal finansial, modal manusia dan modal sosial. Seluruh modal tersebut
mempunyai peranan penting dalam pemberdayaan .
Secara
general tujuan pemberdayaan harus dimaknai sebagai upaya untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat pada semua aspek. Namun ada aspek-aspek tertentu yang
dipandang harus lebih dulu dikuatkan agar masyarakat dapat mengembangkan
aspek-aspek lainnya. Dari telaahan mengenai kelemahan modal fisik sebagai
pintu masuk program pemberdayaan dan telaahan mengenai dampak-dampak negatif
bantuan modal ekonomi maka kedua jenis modal tersebut kurang tepat untuk
digunakan sebagai modal dasar dalam pemberdayaan.
Selain kedua jenis modal tersebut, masih ada modal alam, modal manusia dan modal sosial. Modal manusia dan modal sosial adalah bagian yang tidak terpisahkan walaupun keluaran yang dihasilkan berbeda. Modal manusia dapat dilihat dari keluaran berbentuk pengetahuan, keterampilan dan kemampuan bertindak. Modal sosial merupakan modal yang sangat abstrak dan keluarannya hanya dapat dilihat dalam bentuk aksi -reaksi antar manusia.
Selain kedua jenis modal tersebut, masih ada modal alam, modal manusia dan modal sosial. Modal manusia dan modal sosial adalah bagian yang tidak terpisahkan walaupun keluaran yang dihasilkan berbeda. Modal manusia dapat dilihat dari keluaran berbentuk pengetahuan, keterampilan dan kemampuan bertindak. Modal sosial merupakan modal yang sangat abstrak dan keluarannya hanya dapat dilihat dalam bentuk aksi -reaksi antar manusia.
Baca juga:
Metode dan Pendekatan Dalam Studi Sosiologi Politik
Sejarah Perkembangan Sosiologi Ekonomi
Modal sosial memberi dukungan kepada
masyarakat untuk melakukan tindakan secara bersama-sama dan imbal balik yang
diperoleh. Selain sebagai modal yang dapat menggerakkan pemberdayaan, modal
sosial juga sekaligus merupakan pemberdayaan itu sendiri. Menurut Ife dan
Tesoriero (2008 : 35) “bagian dari membangun modal sosial adalah memperkuat
‘masyarakat madani’. Masyarakat madani adalah istilah yang digunakan untuk
struktur-struktur formal atau semiformal yang dibentuk masyarakat secara
sukarela dengan inisiatif mereka sendiri, bukan sebagai konsekuensi dari
program atau arahan tertentu dari pemerintah”. Untuk memahami lebih jauh
kekuatan yang ada pada modal sosial, telaahan mengenai pengertian modal sosial,
dimensi dan unsur-unsurnya dimaksudkan untuk memberi gambaran mengenai
pentingnya modal sosial dalam pemberdayaan.
Definisi
Definisi
modal sosial secara sederhana menurut Fukuyama (2001: 1) adalah “an instantiated informal norm that promotes co-operation between
two or more individuals. By this definition, trust, networks, civil society,
and the like, which have been associated with social capital, are all
epiphenominal, arising as a result of social capital but not constituting
social capital itself”. Modal sosial memiliki peran yang sangat
penting pada beberapa kelompok masyarakat dalam berbagai aktivitas. Namun
Fukuyama juga mengatakan bahwa tidak semua norma, nilai dan budaya secara
bersama-sama dapat saling melengkapi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Sama
seperti halnya modal fisik dan modal finansial, modal sosial juga bisa
menimbulkan dampak negatif. Fukuyama (2001) mengatakan bahwa modal sosial
dibangun oleh kepercayaan-kepercayaan antar individu. Rasa saling percaya
dibentuk dalam waktu yang tidak sebentar serta memerlukan proses-proses sosial
yang berliku.
Sedangkan Coleman (2009 : 438)
mendefinisikan modal sosial sebagai “sumber penting bagi para individu dan
dapat sangat mempengaruhi kemampuan mereka untuk bertindak dan kualitas
kehidupan yang mereka rasakan. Masih dalam buku yang sama, Coleman (hal. 420)
menggambarkan bahwa modal sosial memudahkan pencapaian tujuan yang tidak dapat
dicapai tanpa keberadaannya atau dapat dicapai hanya dengan kerugian yang lebih
tinggi”. Menurut Coleman modal sosial tercipta ketika relasi antara orang-orang
mengalami perubahan sesuai dengan cara-cara yang memudahkan tindakan. Modal
sosial tidak berwujud, sama seperti modal manusia. Keterampilan dan pengetahuan
yang ditunjukkan oleh seseorang atau sekelompok orang merupakan perwujudan
modal manusia. Demikian pula halnya modal sosial karena diwujudkan dalam relasi
di antara orang-orang.
Burf dalam Agus Supriono dkk (2009 : 3)
mendefinisikan modal sosial sebagai kemampuan masyarakat untuk melakukan
asosiasi (berhubungan) satu sama lain dan selanjutnya menjadi kekuatan yang
sangat penting, bukan hanya bagi kekuatan ekonomi tetapi juga pada setiap aspek
eksistensi sosial yang lain. Definisi modal sosial menurut Cox dalam Agus
Supriono dkk (2009 : 3) adalah suatu rangkaian proses hubungan antar manusia
yang ditopang oleh jaringan, norma-norma dan kepercayaan sosial yang
memungkinkan efisiensi dan efektifnya koordinasi dan kerja sama untuk
keuntungan dan kebajikan bersama.
Definisi
lainnya mengenai modal sosial dikemukakan oleh Solow dalam Agus Supriono dkk
(2009 : 3) yang mengatakan modal sosial sebagai serangkaian nilai-nilai atau
norma-norma yang diwujudkan dalam perilaku yang dapat mendorong kemampuan dan
kapabilitas untuk bekerja sama dan berkoordinasi untuk menghasilkan kontribusi
besar terhadap keberlanjutan produktivitas. Menurut Cohen dan Prusak L., modal
sosial adalah setiap hubungan yang terjadi dan diikat oleh suatu kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding) dan
nilai-nilai bersama (shared value)
yang mengikat anggota kelompok untuk membuat kemungkinan aksi bersama dapat
dilakukan secara efisien dan efektif.
Modal sosial mempunyai fungsi yang
sangat penting dalam hubungan antar manusia. Ife dan Tesoriero (2008 : 35)
mengatakan bahwa “modal sosial dapat dilihat sebagai ‘perekat’ yang menyatukan
masyarakat – hubungan-hubungan antar manusia, orang melakukan apa yang
dilakukannya terhadap sesamanya karena ada kewajiban sosial, timbal balik,
solidaritas sosial dan komunitas”. Dalam pengertian yang dikemukakan Ife dan
Tesoriero, modal sosial mengarahkan orang untuk berbagai kekuatan (power
sharing) yang dilandasi oleh nilai-nilai dan norma-norma kehidupan.
Sedikit
berbeda dengan definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli sebelumnya, Putnam
dalam Syahyuti (2008 : 33) mengatakan bahwa modal sosial adalah “similar to the notions of physical and
human capital, the term social capital refers to featurs of social organization
– such as network, norms and trust that increase a society’s productive
potenstial”. Dengan definisi ini Putnam menyatakan bahwa kepercayaan (trust), jaringan (network) dan civil society adalah
sesuatu yang lahir dari adanya modal sosial dan bukan merupakan modal sosial
itu sendiri. Pernyataan Putnam hampir senada dengan yang dikemukakan oleh
Coleman (2009) yang mengatakan bahwa modal sosial tercipta ketika relasi antara
orang-orang mengalami perubahan sesuai dengan cara-cara yang memudahkan
tindakan.
Berdasarkan luasan pengertian, latar
belakang pemikiran dan sejarah perkembangan teori modal sosial,
definisi-definisi mengenai modal sosial tersebut dapat dikelompokkan menjadi
tiga, yaitu 1) pengertian modal sosial sebagai hubungan vertikal dan horisontal
dalam suatu kelompok atau komunitas yang dibangun atas kepercayaan untuk
mencapai tujuan bersama dalam berbagai aspek, sebagaimana yang dikemukakan oleh
Coleman, Cox, Cohen dan Prusak L., 2) pengertian modal sosial sebagai hubungan
horizontal yang dibangun berdasarkan kepercayaan, jaringan dan perangkat
nilai-nilai yang bertujuan untuk mencapai suatu tujuan utamanya di bidang
ekonomi dan produksi, sebagaimana dikemukakan oleh Fukuyama, Burf dan Solow,
serta 3) hubungan horisontal yang dapat menumbuhkan kepercayaan, jaringan dan
norma-norma, sebagaimana dikemukakan Putnam.
Dengan memperhatikan hasil identifikasi masalah dalam proses penelitian dan tujuan intervensi dalam konteks pemberdayaan, konsep modal sosial yang dipandang sesuai untuk dirujuk dalam merancang model pengembangan modal sosial komunitas adalah konsep yang dikemukakan oleh Coleman (2009) serta Ife dan Tesoriero (2008). Pemberdayaan yang dilakukan untuk mengatasi masalah dalam komunitas di lokasi penelitian tidak dapat dilakukan hanya oleh keluarga miskin saja. Pemberdayaan harus dilakukan oleh semua anggota komunitas dari semua lapisan dan secara bersama-sama karena masalah yang dihadapi warga berkaitan erat dengan budaya kemiskinan dan melemahnya modal sosial komunitas di mana nilai-nilai dan norma-norma dalam komunitas mempunyai pengaruh langsung yang cukup kuat terhadap pembentukan sikap dan perilaku warga.
Dengan memperhatikan hasil identifikasi masalah dalam proses penelitian dan tujuan intervensi dalam konteks pemberdayaan, konsep modal sosial yang dipandang sesuai untuk dirujuk dalam merancang model pengembangan modal sosial komunitas adalah konsep yang dikemukakan oleh Coleman (2009) serta Ife dan Tesoriero (2008). Pemberdayaan yang dilakukan untuk mengatasi masalah dalam komunitas di lokasi penelitian tidak dapat dilakukan hanya oleh keluarga miskin saja. Pemberdayaan harus dilakukan oleh semua anggota komunitas dari semua lapisan dan secara bersama-sama karena masalah yang dihadapi warga berkaitan erat dengan budaya kemiskinan dan melemahnya modal sosial komunitas di mana nilai-nilai dan norma-norma dalam komunitas mempunyai pengaruh langsung yang cukup kuat terhadap pembentukan sikap dan perilaku warga.
Dimensi
Modal Sosial
Modal
sosial berbeda dari modal lainnya. Apabila modal manusia (human capital) dapat dilihat dan
diukur dari pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai oleh seseorang maka
modal sosial hanya dapat dirasakan dari kapabilitas yang muncul dari
kepercayaan umum dalam sebuah masyarakat atau bagian-bagian di dalamnya.
Menurut Fukuyama (2001) modal sosial ditransmisi melalui mekanisme-mekanisme
kultural, tradisi atau kebiasaan sejarah. Modal sosial dibutuhkan untuk
menciptakan komunitas moral yang tidak bisa diperoleh atau dibentuk seperti
dalam pembentukan modal manusia. Penanaman dan pengembangan modal sosial
memerlukan pembiasaan terhadap norma-norma moral sebuah komunitas dan dalam
konteksnya sekaligus mengadopsi kebajikan-kebajikan seperti kejujuran, kesetiaan
dan kemandirian.
Menurut Woolcock dan Narayan dalam Agus
Supriono dkk (2009 : 4), dimensi modal sosial tumbuh pada suatu masyarakat yang
di dalamnya berisi nilai, norma dan pola-pola interaksi sosial yang mengatur
kehidupan keseharian anggotanya. Adler dan Kwon dalam Agus Supriono dkk (2009 :
4) mengatakan bahwa “dimensi modal sosial merupakan gambaran dari keterikatan
internal yang mewarnai struktur kolektif dan memberikan kohesifitas dan
keuntungan-keuntungan bersama dari proses dinamika yang terjadi dalam
masyarakat”.
Dasgupta dan Serageldin masih dalam Agus Supriono dkk (2009 : 4) mengemukakan bahwa “dimensi modal sosial menggambarkan segala sesuatu yang membuat masyarakat bersekutu untuk mencapai tujuan bersama atas dasar kebersamaan dan di dalamnya diikat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang tumbuh dan dipatuhi”. Coleman (2009 : 421 – 434) menggambarkan dimensi modal sosial secara rinci dengan mengemukakan bahwa dimensi modal sosial inhern dalam struktur relasi sosial dan jaringan sosial di dalam suatu masyarakat yang menciptakan berbagai ragam kewajiban sosial, menciptakan iklim saling percaya, membawa saluran informasi dan menetapkan norma-norma serta sanksi-sanksi sosial bagi para anggota masyarakat tersebut.
Dasgupta dan Serageldin masih dalam Agus Supriono dkk (2009 : 4) mengemukakan bahwa “dimensi modal sosial menggambarkan segala sesuatu yang membuat masyarakat bersekutu untuk mencapai tujuan bersama atas dasar kebersamaan dan di dalamnya diikat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang tumbuh dan dipatuhi”. Coleman (2009 : 421 – 434) menggambarkan dimensi modal sosial secara rinci dengan mengemukakan bahwa dimensi modal sosial inhern dalam struktur relasi sosial dan jaringan sosial di dalam suatu masyarakat yang menciptakan berbagai ragam kewajiban sosial, menciptakan iklim saling percaya, membawa saluran informasi dan menetapkan norma-norma serta sanksi-sanksi sosial bagi para anggota masyarakat tersebut.
Dari pernyataan-pernyataan mengenai dimensi
modal sosial tersebut, yang menjadi pertanyaan bagi peneliti adalah tidak
adanya penjelasan mengenai agen atau tokoh yang menjadi poros atau panutan bagi
anggota komunitas dalam mengembangkan relasi dan jaringan sosial yang
terbentuk. Dalam banyak bentuk relasi sosial, dapat ditemui kesetaraan peran di
antara pihak-pihak yang menjalin relasi, misalnya relasi pertemanan. Namun
bagaimanapun juga, ada saat-saat tertentu di mana salah satu pihak lebih
dominan terhadap pihak yang lain atau salah satu pihak memberikan pengaruh atau
memberi arah yang kemudian diikuti oleh pihak lainnya.
Demikian pula halnya dengan modal sosial. Penanaman nilai-nilai dan norma-norma, pembentukan jaringan sosial dan tumbuhnya gerakan untuk mencapai tujuan bersama mungkin saja terbentuk secara alamiah dari proses dan kehidupan sehari-hari dalam suatu komunitas tetapi pada waktu-waktu tertentu dan ketika menghadapi pihak dari luar komunitas, tentu harus ada orang yang mewakili untuk menyampaikan aspirasi atau menjawab pertanyaan (maupun tantangan) yang timbul.
Demikian pula halnya dengan modal sosial. Penanaman nilai-nilai dan norma-norma, pembentukan jaringan sosial dan tumbuhnya gerakan untuk mencapai tujuan bersama mungkin saja terbentuk secara alamiah dari proses dan kehidupan sehari-hari dalam suatu komunitas tetapi pada waktu-waktu tertentu dan ketika menghadapi pihak dari luar komunitas, tentu harus ada orang yang mewakili untuk menyampaikan aspirasi atau menjawab pertanyaan (maupun tantangan) yang timbul.
Penulis berpendapat bahwa dalam dimensi
modal sosial, peran agen atau tokoh merupakan hal penting yang menjadi bagian
tidak terpisahkan dari modal sosial itu sendiri. Sama halnya seperti dalam
sebuah keluarga, di mana nilai-nilai kebajikan dan budi pekerti ditanamkan
kepada anak (keturunan) oleh orang tuanya maka dalam membangun kepercayaan
maupun relasi sosial serta menggunakan nilai-nilai dan norma-norma untuk
menjadi pengikat dalam komunitas diperlukan adanya tokoh-tokoh yang dapat
menjadi sentral dan dapat mempengaruhi seluruh anggota komunitas.
Bentuk-bentuk
dan unsur-unsur modal sosial
Coleman (2009 : 418) mengemukakan bahwa
modal sosial ditetapkan berdasarkan fungsinya, yaitu :
“Modal sosial bersifat produktif, yang memungkinkan
pencapaian beberapa tujuan yang tidak dapat dicapai tanpa keberadaannya.
Seperti modal fisik dan modal manusia, modal sosial tidak sepenuhnya dapat
ditukar, tetapi dapat ditukar terkait dengan aktivitas-aktivitas tertentu.
Bentuk modal sosial tertentu yang bernilai untuk memudahkan beberapa tindakan
bisa jadi tidak berguna atau merugikan orang lain. Tidak seperti bentuk modal
lainnya, modal sosial melekat pada struktur relasi di antara orang dan di
kalangan orang”.
Bentuk-bentuk modal sosial menurut
Coleman (2009 : 421 – 432) adalah 1) kewajiban dan ekspektasi, 2) potensi
informasi, 3) norma dan sanksi efektif, 4) relasi wewenang, 5) organisasi
sosial yang dapat disesuaikan dan 6) organisasi yang disengaja. Sama halnya
terhadap modal alam, modal fisik dan modal lainnya yang dapat digunakan dan
dikembangkan namun sekaligus dapat terjadi pengrusakan maka menurut Coleman
(2009 : 439 – 444) modal sosial dapat diciptakan, dipelihara dan dirusak oleh
konsekuensi keputusan para individu itu sendiri. Faktor-faktor yang dapat
menciptakan, memelihara sekaligus merusak modal sosial adalah :
a. Penutupan
Penutupan
yang dimaksud di sini adalah dapat berupa penutupan terhadap jaringan sosial,
penutupan terhadap kepercayaan (trust),
penutupan terhadap sistem atau penutupan terhadap komunitas. Sebagai contoh :
suatu komunitas yang tertutup bagi kehadiran orang dari luar memungkinkan
mereka untuk mampu memelihara dan mempertahankan secara ketat nilai-nilai dan
norma-norma sosial yang berlaku serta mengendalikan perilaku anggotanya. Di
sisi lain, komunitas yang menutup diri terhadap kehadiran orang luar
menyebabkan rusaknya modal sosial antar kelompok dan berpotensi terhadap
punahnya komunitas tersebut karena pada saat terjadi bencana, ancaman atau
serangan dalam skala yang besar maka pihak luar tidak dapat membantu atau
bantuan yang diberikan tidak sesuai karena karakteristik komunitas yang sangat
tertutup tersebut.
b. Stabilitas
Stabilitas yang dimaksud oleh Coleman
(2009 : 442) adalah stabilitas struktur sosial. Setiap bentuk modal sosial
sangat tergantung pada stabilitas, kecuali modal sosial yang berasal dari
organisasi resmi yang strukturnya berdasarkan posisi. Kekacauan suatu
organisasi sosial atau relasi sosial dapat sangat merusak modal sosial.
c. Ideologi
Coleman (2009 : 422) menjelaskan bahwa
sebuah ideologi dapat menciptakan modal sosial dengan menuntut individu yang
memiliki modal sosial agar bertindak demi kepentingan sesuatu atau seseorang
selain dirinya sendiri. Faktor ideologi ini dapat sangat mudah dilihat pada
modal sosial yang berdasarkan ideologi suatu agama.
d. Kelas dan Kekayaan
Kelas dan kekayaan digolongkan oleh
Coleman (2009 : 423) sebagai faktor-faktor lain yang dapat menciptakan dan juga
merusak modal sosial. Contoh yang dikemukakan oleh Coleman dan dapat dilihat
pada kehidupan sehari-hari adalah perbedaan kelas kekayaan seseorang yang
menimbulkan kecenderungan sikap individualisme dan eksklusifif.
Menurut
Hasbullah (2006 : 9 – 16), unsur-unsur pokok modal sosial adalah : 1)
partisipasi dalam suatu jaringan, 2) imbal balik (resiprocity),
3) kepercayaan (trust), 4) norma-norma sosial,
5) nilai-nilai dan 6) tindakan yang proaktif. Penjelasan masing-masing unsur
secara ringkas adalah :
a. Partisipasi dalam suatu jaringan
Kemampuan orang atau individu atau
anggota-anggota komunitas untuk melibatkan diri dalam suatu jaringan hubungan
sosial merupakan salah satu kunci keberhasilan untuk membangun modal sosial.
Manusia mempunyai kebebasan untuk bersikap, berperilaku dan menentukan dirinya
sendiri dengan kekuatan yang dimilikinya. Pada saat seseorang meleburkan diri
dalam jaringan sosial dan menyinergiskan kekuatannya maka secara langsung
maupun tidak, ia telah menambahkan kekuatan ke dalam jaringan tersebut.
Sebaliknya, dengan menjadi bagian aktif dalam suatu jaringan, seseorang akan
memperoleh kekuatan tambahan dari jaringan tersebut.
b.
Hubungan Timbal Balik (Reciprocity)
Modal sosial selalu diwarnai oleh
kecenderungan saling bertukar kebaikan di antara individu-individu yang menjadi
bagian atau anggota jaringan. Hubungan timbal balik ini juga dapat diasumsikan
sebagai saling melengkapi dan saling mendukung satu sama lain. Modal sosial
tidak hanya didapati pada kelompok-kelompok masyarakat yang sudah maju atau
mapan. Dalam kelompok-kelompok yang menyandang masalah sosial sekalipun, modal
sosial merupakan salah satu modal yang membuat mereka menjadi kuat dan dapat
melangsungkan hidupnya.
c.
Rasa Percaya (Trust)
Hasbullah (2006 : 11) mengatakan bahwa
“rasa percaya adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam
hubungan-hubungan sosial yang didasari perasaan yakin bahwa orang lain akan
melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan selalu bertindak dalam suatu
pola yang saling mendukung”. Rasa percaya menjadi pilar kekuatan dalam modal
sosial. Seseorang akan mau melakukan apa saja untuk orang lain kalau ia yakin
bahwa orang tersebut akan membawanya ke arah yang lebih baik atau ke arah yang
ia inginkan.
Rasa percaya dapat membuat orang
bertindak sebagaimana yang diarahkan oleh orang lain karena ia meyakini bahwa
tindakan yang disarankan orang lain tersebut merupakan salah satu bentuk
pembuktian kepercayaan yang diberikan kepadanya. Rasa percaya tidak muncul
tiba-tiba. Keyakinan pada diri seseorang atau sekelompok orang muncul dari
kondisi terus menerus yang berlangsung secara alamiah ataupun buatan
(dikondisikan). Rasa percaya bisa diwariskan tetapi harus dipelihara dan
dikembangkan karena rasa percaya bukan merupakan suatu hal yang absolut.
d. Norma Sosial
Norma-norma sosial merupakan
seperangkat aturan tertulis dan tidak tertulis yang disepakati oleh
anggota-anggota suatu komunitas untuk mengontrol tingkah laku semua anggota
dalam komunitas tersebut. Norma sosial berlaku kolektif. Norma sosial dalam
suatu komunitas bisa saja sama dengan norma sosial di komunitas lain tetapi
tidak semua bentuk perwujudan atau tindakan norma sosial bisa digeneralisir.
Norma sosial mempunyai konsekuensi.
Ketidaktaatan terhadap norma atau perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma
yang berlaku menyebabkan seseorang dikenai sanksi. Bentuk sanksi terhadap
pelanggaran norma dapat berupa tindakan (hukuman) dan bisa berupa sanksi sosial
yang lebih sering ditunjukkan dalam bentuk sikap, seperti penolakan atau tidak
melibatkan seseorang yang melanggar norma, untuk terlibat dalam
kegiatan-kegiatan komunitas.
e. Nilai-nilai
Menurut Hasbullah (2006 : 14), “nilai
adalah suatu ide yang dianggap benar dan penting oleh anggota komunitas dan
diwariskan secara turun temurun”. Nilai-nilai tersebut antara lain mengenai
etos kerja (kerja keras), harmoni (keselarasan), kompetisi dan prestasi. Selain
sebagai ide, nilai-nilai juga menjadi motor penggerak bagi anggota-anggota
komunitas. Nilai-nilai kesetiakawanan adalah ide yang menggerakkan anggota
komunitas untuk melakukan kegiatan secara bersama-sama. Pada banyak komunitas,
nilai prestasi merupakan tenaga pendorong yang menguatkan anggotanya untuk
bekerja lebih keras guna mencapai hasil yang membanggakan.
f. Tindakan yang proaktif
Keinginan yang kuat dari anggota
kelompok untuk terlibat dan melakukan tindakan bagi kelompoknya adalah salah
satu unsur yang penting dalam modal sosial. Tindakan yang proaktif tidak
terbatas pada partisipasi dalam artian kehadiran dan menjadi bagian kelompok
tetapi lebih berupa kontribusi nyata dalam berbagai bentuk. Tindakan proaktif
dalam konteks modal sosial dilakukan oleh anggota tidak semata-mata untuk
menambah kekayaan secara materi melainkan untuk memperkaya hubungan kekerabatan,
meningkatkan intensitas kekerabatan serta mewujudkan tujuan dan harapan
bersama. Keterikatan yang kuat dan saling mempengaruhi antar anggota dalam
suatu komunitas menjadi penggerak sekaligus memberi peluang kepada setiap
anggota untuk bertindak proaktif. Tindakan proaktif juga dapat diartikan
sebagai upaya saling membagi energi di antara anggota komunitas.
Dari telaahan terhadap pendapat para
ahli dan pemikiran-pemikiran mengenai modal sosial, dipandang perlu untuk
mengkaji modal sosial di lokasi penelitian bersama-sama dengan komunitas itu
sendiri. Pengkajian ini dimaksudkan agar komunitas mengenali dan memahami
unsur-unsur modal sosial yang dipandang dapat mendukung program pemberdayaan.
Selanjutnya, pengembangan modal sosial dalam komunitas bertujuan untuk
memodifikasi unsur-unsur yang dianggap akan menghambat pemberdayaan. Meminta
warga untuk memodifikasi atau mengurangi unsur-unsur yang kurang menguntungkan
dalam modal sosial komunitas bukanlah suatu pekerjaan yang mudah dan mungkin
akan mendapat penolakan.
Oleh karena itu, langkah awal yang paling penting untuk dilakukan adalah meningkatkan kesadaran komunitas terhadap tantangan dan perubahan yang datang dari luar serta memotivasi warga untuk menggunakan modal sosialnya dalam mengatasi berbagai tantangan dan perubahan tersebut.
Oleh karena itu, langkah awal yang paling penting untuk dilakukan adalah meningkatkan kesadaran komunitas terhadap tantangan dan perubahan yang datang dari luar serta memotivasi warga untuk menggunakan modal sosialnya dalam mengatasi berbagai tantangan dan perubahan tersebut.
Tidak ada komentar untuk "Modal Sosial Pada Pemberdayaan Masyarakat (social capital for civil society)"
Posting Komentar