Kedudukan Wanita Aceh di Masa Lampau

Kerajaan-kerajaan Islam di Aceh pada masa lampau (Perlak, Pasai, Lingga, Daya, dan akhirnya Darussalam) semuanya mengambil Al-Qur'an dan Al-Sunnah menjadi sumber hukumnya. Sesuai dengan ajaran Islam itu, maka kerajaankerajaan tersebut telah memberi kepada kaum wanita kedudukan yang sama dengan kaum pria, sehingga karena itu banyak muncul tokoh wanita Aceh, baik sebagai pemimpin pemerintahan maupun sebagai pahlawan dalam peperangan.

Baca juga: Struktur Masyarakat Aceh Sebelum DIkuasai Oleh Belanda


Dalam kerajaan Aceh Darussalam, dimana ditetapkan Islam sebagai dasar kerajaan dan Al-Qur'an serta Al-Hadits sebagai sumber hukum, maka kedudukan wanita disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam sumber hukum itu.

Al-Qur'an menegaskan bahwa manusia diciptakan dari sumber yang satu, yaitu Adam, baik pria maupun wanita. Dalam Al-Qur'anul Karim Surah An Nisa (sarakata Wanita) banyak tersebut masalah mengenai wanita, seperti mengenai kedudukannya yang sama dengan pria, mengenai hak dan kewajiban wanita, serta mengenai peranan wanita dalam pembinaan keluarga.

Menurut ajaran Islam, kewajiban pria dan wanita adalah sama, baik dalam hubungan dengan masalah negara maupun masalah perang, artinya sama-sama berkewajiban berperang atau berjihad untuk menegakkan agama Allah, membela tanah air, memimpin dan membangun negara, sebagaimana dapat dipahami dari Hadits-Hadits Nabawi.

Dalam Kerajaan Aceh Darussalam, hak wanita untuk memegang jabatan-jabatan apa saja dalam kerajaan diakuinya. Demikian pula kewajiban mereka terhadap kerajaan, seperti kewajiban untuk membela dan memajukan kerajaan, oleh karena wanita dipandang sama dengan pria dalam hukum kerajaan.

Dalam Kitab SAFINATUL HUKKAM (Bahtera Para Hakim) karangan Ulama Aceh Syekh Jalaluddin Tursani yang dikarang pada tahun 1721 M, jelas difatwakan bahwa pria dan wanita mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam kerajaan. Wanita boleh menjadi Raja atau Sultan asal memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

 Berdasarkan dalil-dalil ayat Al-Qur'an dan HaditsHadits Nabawi, maka kerajaan-kerajaan Islam Perlak, Pasai dan Aceh Darussalam, telah memberi kepada kaum wanita "hak" dan "kewajiban" yang sama dengan kaum pria. Oleh karena itu adalah logis kalau sejarah mencatat sejumlah nama wanita yang telah memainkan peranan yang amat penting di tanah Aceh masa lampau, sejak zaman kerajaan Islam Perlak sampai zaman revolusi kemerdekaan.

Sumber: 

Ali Hasjmy. 1993. Wanita Aceh Dalam Pemerintahan dan Peperangan. Banda Aceh - Yayasan Pendidikan Ali Hasjmy

Tidak ada komentar untuk "Kedudukan Wanita Aceh di Masa Lampau"