Mengenal Ratu Zakiatuddin, Salah Satu Wanita Aceh dalam Pemerintahan
Ratu Zakiatuddin meninggal pada tanggal 1 Zulka'idah 1088 H (23 Januari 1678 M), dan sebelum pemakamannya terlebih dahulu dilantik Puteri Zakiyah menjadi Sultanah Kerajaan Aceh Darussalam dengan gelar Seri Ratu Zakiatuddin Inayat Syah, yang memerintah sampai tahun 1688 M.
Ilustrasi foto Ratu Zakiatuddin.
Puteri Zakiah adalah calon pengganti kedua yang dipersiapkan oleh Ratu Safiatuddin untuk memimpin Kerajaan Aceh Darussalam. Mereka yang dipersiapkan itu telah dididik dalam istana Darud Dunia dengan berbagai ilmu pengetahuan : ilmu hukum termasuk hukum tatanegara, sejarah, filsafat, kesusastraan/adab, pengetahuan agama Islam, bahasa Arab, Bahasa Persia, bahasa Spanyol dan bahasa Inggris. (Yang mengajarkan bahasa Spanyol dan Inggris adalah seorang wanita Belanda yang menjadi sekretaris Ratu Safiatuddin).
Begitu naik tahta, Ratu Zakiatuddin juga menghadapi tantangan berat, malah lebih berat dari pendahulunya. Hanya karena pengaruh yang besar dari Kadli Malikul Adil Syekh Abdurrauf Syiah Kuala, tantangan-tantangan itu dapat diatasinya.
Kebijaksanaan para pendahulunya, baik terhadap VOC maupun terhadap rongrongan "kaum wujudiyah" diteruskannya. Di Sumatera Barat Ratu Zakiatuddin menunjukkan kekuasaannya terhadap VOV dengan menarik kembali Bayang ke dalam wilayah kerajaan Aceh. Sikap tegas demikian itu mendapat sambutan baik dari masyarakat Minangkabau, sehingga menimbulkan kesulitan bagi perwakilan VOC di Padang yang harus menghadapi peperangan yang hebat selama dua tahun dengan rakyat disana.
Ketika pemerintahannya pernah datang ke Aceh utusan Inggeris dan utusan Syarif Mekkah. Utusan Inggeris meminta agar diizinkan mendirikan kantor Dagangnya di Aceh bersama loji militer, tetapi permintaan itu ditolak dengan marah oleh Ratu. Utusan Syarif Mekkah tiba di Aceh pada tahun 1092 H (1681 M) dan tinggal di Aceh selama satu tahun. Mereka kagum akan kemampuan Ratu yang berbicara dalam bahasa Arab tanpa memakai jurubahasa serta kagum akan berbagai bangsa yang tinggal di Banda Aceh, yang kebanyakannya para saudagar. Di antara rombongan Syarif Mekkah itu terdapat dua bersaudara yang bernama Syarif Hasyim dan Syarif Ibrahim.
Utusan Syarif Mekkah kembali kenegerinya, kecuali mereka berdua, yang ternyata kemudian ketika pemerintahan Ratu Kamalat Syah keduanya mempelopori perebutan kekuasaan dalam kerajaan. Setelah memerintah 10 tahun lamanya, Ratu Zakiatuddin meninggal pada 8 Zulhijjah 1098 H (3 Oktober 1688 M).
***
Referensi:
Ali Hasjmy. 1993. Wanita Aceh Dalam Pemerintahan dan Peperangan. Banda Aceh - Yayasan Pendidikan Ali Hasjmy
Ilustrasi foto Ratu Zakiatuddin.
Puteri Zakiah adalah calon pengganti kedua yang dipersiapkan oleh Ratu Safiatuddin untuk memimpin Kerajaan Aceh Darussalam. Mereka yang dipersiapkan itu telah dididik dalam istana Darud Dunia dengan berbagai ilmu pengetahuan : ilmu hukum termasuk hukum tatanegara, sejarah, filsafat, kesusastraan/adab, pengetahuan agama Islam, bahasa Arab, Bahasa Persia, bahasa Spanyol dan bahasa Inggris. (Yang mengajarkan bahasa Spanyol dan Inggris adalah seorang wanita Belanda yang menjadi sekretaris Ratu Safiatuddin).
Begitu naik tahta, Ratu Zakiatuddin juga menghadapi tantangan berat, malah lebih berat dari pendahulunya. Hanya karena pengaruh yang besar dari Kadli Malikul Adil Syekh Abdurrauf Syiah Kuala, tantangan-tantangan itu dapat diatasinya.
Kebijaksanaan para pendahulunya, baik terhadap VOC maupun terhadap rongrongan "kaum wujudiyah" diteruskannya. Di Sumatera Barat Ratu Zakiatuddin menunjukkan kekuasaannya terhadap VOV dengan menarik kembali Bayang ke dalam wilayah kerajaan Aceh. Sikap tegas demikian itu mendapat sambutan baik dari masyarakat Minangkabau, sehingga menimbulkan kesulitan bagi perwakilan VOC di Padang yang harus menghadapi peperangan yang hebat selama dua tahun dengan rakyat disana.
Ketika pemerintahannya pernah datang ke Aceh utusan Inggeris dan utusan Syarif Mekkah. Utusan Inggeris meminta agar diizinkan mendirikan kantor Dagangnya di Aceh bersama loji militer, tetapi permintaan itu ditolak dengan marah oleh Ratu. Utusan Syarif Mekkah tiba di Aceh pada tahun 1092 H (1681 M) dan tinggal di Aceh selama satu tahun. Mereka kagum akan kemampuan Ratu yang berbicara dalam bahasa Arab tanpa memakai jurubahasa serta kagum akan berbagai bangsa yang tinggal di Banda Aceh, yang kebanyakannya para saudagar. Di antara rombongan Syarif Mekkah itu terdapat dua bersaudara yang bernama Syarif Hasyim dan Syarif Ibrahim.
Utusan Syarif Mekkah kembali kenegerinya, kecuali mereka berdua, yang ternyata kemudian ketika pemerintahan Ratu Kamalat Syah keduanya mempelopori perebutan kekuasaan dalam kerajaan. Setelah memerintah 10 tahun lamanya, Ratu Zakiatuddin meninggal pada 8 Zulhijjah 1098 H (3 Oktober 1688 M).
***
Referensi:
Ali Hasjmy. 1993. Wanita Aceh Dalam Pemerintahan dan Peperangan. Banda Aceh - Yayasan Pendidikan Ali Hasjmy
Tidak ada komentar untuk "Mengenal Ratu Zakiatuddin, Salah Satu Wanita Aceh dalam Pemerintahan "
Posting Komentar